Home » » Titipan Boss

Titipan Boss

Aku mengenal Revo sebagai anak boss-ku. Dia sering main ke kantorku sambil menjemput bapaknya pulang. Oleh karena itu aku sering melihatnya di kantor, entah sedang membaca koran sambil menunggu bapaknya, atau ngobrol dengan anak buahku yang tentunya juga anak buah bapaknya. Selama itu hubungan kami biasa-biasa saja, maksudnya tidak lebih dari sekedar saling tegur kalau aku keluar ruangan. Biar bagaimanapun aku harus berbasa-basi juga dengan anak boss. Tidak pernah lebih dari itu. Maklumlah, aku merupakan orang yang tidak terlalu mudah akrab dengan orang lain.

Namun ceritanya jadi lain ketika ternyata belakangan ini Revo membuat perusahaan dengan teman-temannya dan berniat jadi rekanan di kantorku. Sebagai anak boss, tentu aku harus membantunya. Apalagi boss-ku sudah menitipkan Revo kepadaku supaya membantu Revo, termasuk memberi order pekerjaan kalau ada. Alasannya ingin mempersiapkan Revo supaya bisa mandiri, sebab ayahnya akan memasuki masa pensiun 8 bulan lagi. Sebenarnya dalam hati kecilku, aku merasa janggal dan tidak enak hati. Kok di jaman reformasi seperti ini masih ada yang berniat KKN dengan memasukkan anaknya jadi rekanan. Tapi yah sudahlah, dengan tulus kubantu mengurus ini dan itu.

Karena sering mencari informasi, kami jadi sering bertemu dan ngobrol. Apalagi Revo sepertinya tipe anak papi yang segala sesuatunya minta diurusi dan dibantu oleh orang lain. Jadi setiap ada kesulitan pasti masuk ke ruanganku dan tanya ini itu. Hal inilah yang membuat kami menjadi lebih dekat. Apalagi dia memanggilku dengan sebutan mas. Memang umurnya hanya 3 tahun di bawahku.

Sejak menjadi rekanan, aku mulai sering memperhatikan penampilan Revo mulai berubah, mulai rapi dan sering berdasi, membuat penampilannya menjadi lebih menarik dan ganteng. Namun tetap saja kesan sebagai anak papi tidak bisa ditanggalkan.

Suatu ketika, saat jam istirahat siang, aku masih asyik di ruangan kerja. Aku memang selalu makan siang di ruanganku sendiri, tidak ke kantin seperti yang lain. Jadi suasana kantor sepi. Jam-jam seperti ini biasanya kumanfaatkan untuk membuka situs-situs gay di internet. Monitor komputer memang kutempatkan di sisi kiri, sehingga posisi pintu masuk ke ruang kerjaku menjadi berada di belakangku dan untuk melihat siapa yang masuk, aku harus membalikkan badan. Suasana kantor yang sepi membuatku begitu asyik sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Revo di ruangan kerjaku. Aku masih terus asyik melihat gambar cowok-cowok bugil sampai aku tersadar dan kaget ketika tiba-tiba Revo berbicara, "Wah asyik tuh Mas gambarnya, ada yang lain tidak?"

Deg.. jantungku serasa copot mendengar suara seseorang yang ternyata sejak tadi ikut nimbrung melihat situs-situs yang kubuka. Aku tidak tahu sudah berapa lama Revo ada di ruanganku, namun yang jelas aku jadi salah tingkah karena takut ada yang tahu siapa aku sebenarnya.

Kubalikkan badanku dan terlihat Revo berdiri di depanku di sisi meja sambil terus melihat ke layar monitor. Melihat ekspresinya yang sepertinya ikut menikmati, aku mulai menguasai diri dan mencoba bersikap tenang meskipun dadaku masih berdebar karena kepergok oleh orang lain.

"Ehm.. Revo.. ehm.. kamu udah datang.. eh udah lama?"
"Mas, senang liat gambar-gambar begini?"
Aku tidak bisa jawab ya atau tidak, tapi kujawab saja sekenanya, "Ehm.. kebetulan aja.. lagi iseng.. Vo.."
"Mas, coba liat gambar yang tadi.." pinta Revo ketika melihat gambar 2 orang cowok yang sedang action di layar monitor. Untuk memperjelas penglihatannya, Revo membungkukkan badannya ke arah monitor, menyebabkan wajahnya hanya beberapa centi dari wajahku. Kuperhatikan wajahnya dari samping, pipinya yang mulus, hidungnya yang agak mancung dan bibir yang mungil. Hal ini membuatku bergairah, dan tiba-tiba saja entah apa yang mendorongku, kuelus pipinya sambil sedikit mendorong lebih dekat ke wajahku. Kuelus tangan kirinya yang berada di kursiku dan kucium pelan pipinya.

Revo masih asyik dan karena terpesonanya melihat gambar cowok-cowok yang sedang berhubungan, ia tidak menyadari apa yang kulakukan. Kudekatkan hidungku ke telinganya, menyebabkan udara panas dari hidungku menerpa telinganya, sambil berguman pelan, "Daripada liat gambar, mending ngelakoninya, Vo.."

Rupanya Revo mendengar ucapanku, menyebabkan ia menoleh ke arahku, dan wajahnya tepat di depanku. Dengan badan yang masih membungkuk dipandanginya mataku dan tanpa ada yang memberi komando, tiba-tiba saja bibirnya sudah menyentuh bibirku. Saat itu juga entah magnet apa yang menarik kita berdua dalam ciuman lembut, ciuman pertamanya yang tak akan pernah kulupakan, kubalas ciumannya dengan penuh nafsu.

Aku sudah tidak peduli lagi siapa Revo dan segala resiko yang harus kutanggung bila ada yang melihat kejadian itu. Bibirnya memagut bibirku dan kami saling berciuman dengan lembutnya. Kupermainkan lidahku di mulutnya, dan ia membalas walau masih dengan rasa ragu. Namun perlahan ia mulai terasa rileks. Cukup lama kami saling mempermainkan lidah, ciumannya tak lepas dariku, aku menikmati Fench kiss itu.

Aku mencoba bangkit dari dudukku. Kubaringkan dirinya di atas mejaku sambil terus memeluknya. Belaian lidahnya di dalam mulutku, kurasakan geloranya, dan dia semakin menggila dengan permainan bibirnya. Aku melihat dia begitu menikmati ciuman itu. Bibir dan lidahnya yang berdansa dalam mulutku, Aku mulai membuka dasi dan kancing bajunya, tangannya yang halus digosokkannya ke tubuhku, aku kegelian dan menikmati kegelian itu. Aku mulai memainkan lidah di tubuhnya, di telinga, di leher, di puting susunya, kuhisap, begitu lembutnya. Aku begitu menikmati tubuhnya. Kulihat kesabaran dirinya, untuk tidak langsung ke bagian lain. Ia menikmati jilatan itu. Ia sudah begitu horny dan hampir mencapai puncaknya. Revo mencoba untuk membuka pakaianku, tetapi akal sehatku segera sadar apa yang telah kami lakukan dan di mana kami berada. Aku mencoba menahan tangannya, "Jangan.. Vo", kataku sambil tersengal, "Nanti ada yang lihat.."
"Mas, kunci pintunya.." pintanya memohon dengan mata yang penuh pengharapan.
"Mas.. oh.. Mas.. Teruskan.." dia masih terus mendesis menahan birahi yang terus memuncak.

Aku tidak tega melihat wajahnya. Kutarik tangannya untuk berdiri dan membimbingnya perlahan ke sofa di sudut ruang kerjaku. Kami berjalan sambil terus berciuman. Kubaringkan tubuhnya di sofa. Untuk memastikan rasa aman, kukunci pintu ruang kerjaku, dan kugantung gagang telepon sehingga kami tidak terganggu dengan dering telepon yang masuk. Paling tidak, orang di luar pasti mengira aku masih on line.

Setelah kurasakan aman, kami langsung mulai. Sekarang kami bebas. Kami duduk di sofa. Tanganku meraba paha Revo. Dan tangan Revo kurasakan di pahaku juga. Sekarang tak usah berbicara lagi. Sekarang tak usah memikirkan lagi apa yang sebaiknya dilakukan. Semuanya sekarang dikendalikan emosi kami. Sambil saling meraba paha, kami saling menatap dengan mata. Dan tiba-tiba bibir Revo mendekati bibirku lagi. Seperti tadi di atas meja, lidah kami saling mengulum. Saya jatuh ke belakang, sekarang saya berbaring di sofa, kepalaku berada di atas lengan kursi. Badan Revo di atas badanku. Lidahnya di dalam mulutku. Tanganku mulai meremas pantatnya lagi. Sayang sekali, dia masih memakai celana. Aku ingin sekali meremas pantatnya yang sekal.

Tetapi sebelum aku mulai melepaskan pakaian Revo, aku yang lebih dahulu ditelanjanginya. Dia membuka dasi dan kemeja yang kupakai. Sekarang aku telanjang dada. Revo ternyata terangsang melihatku begitu. Ia meraih kepalaku dengan kedua tangannya, dan menciumi setiap jengkal daging wajahku, aku menggeliat saat ia menjilat kuping dan tengkukku, tangannya terus ke bawah dan mencoba meraba batang kemaluanku. Nafasnya kuat sambil lidahnya turun dari mulut lewat leher ke dadaku. Tiba-tiba bibirnya sudah ada di puting susuku. "Wah.. enak sekali rasanya.." saya mulai merintih.
"Oh.. eh.. oh yah.. mhm.. oh, Revoo.."

Revo tidak berhenti. Dia terus menjilat putingku, menggigit sedikit dilanjutkan dengan menjilat dadaku. Akhirnya lidahnya turun ke bawah lagi. Dia membuka celana panjang yang kupakai. Sekarang aku hanya memakai celana dalam saja. Revo membukanya sedikit, hanya sedikit. Bulu kemaluan di pangkal batang kemaluanku sudah kelihatan. Bulu kemaluan itu dibasahinya dengan lidahnya.

Wah, ternyata Revo tahu bagaimana caranya untuk merangsang cowok. Selama ini saya kira dia masih naif, paling tahu bagaimana main sendiri. Ternyata dia pintar sekali. Umurnya baru 25, tetapi pengalamannya pasti sudah banyak.

Tetapi bagus juga kalau begitu, enak juga menikmatinya. Aku merasa sebentar lagi dia akan melepaskan celana dalamku. Pasti dia ingin melihat batang kemaluanku yang sedang tegang. Oh, aku hampir tak sabar lagi. Kapan dia akan membuka CD-ku? Belum lagi! Sekarang lidahnya pindah ke pahaku, dijilatinya, dan.. wah, lidahnya masuk ke bawah celana dalam, biji kemaluanku dijilatinya juga.

Kini lidahnya di buah pelirku. Enak sekali rasanya! Aku merintih lagi, merenggangkan paha, dan mengangkat pinggul. Sejak mulai main, kami belum berbicara lagi. Tiba-tiba Revo mengangkat kepala. Aku mendengar suaranya, "Mas, sekarang Revo ingin melihat lagi apa yang tersembunyi di sini!" Dan sambil tersenyum, dia melepaskan celana dalamku. Sekarang aku bugil. Telanjang bulat. Batang kemaluanku yang tegang dan keras kelihatan.

"Sekarang tak ada yang tersembunyi lagi", kataku.
Revo tidak menjawab. Revo memang tidak bisa menjawab. Beberapa detik setelah melihat kemaluanku, dia mulai mengulumnya. Batang kemaluanku hingga pangkalnya berada dalam mulutnya. Aku bergoyang dengan pinggulku. Lidahnya terasa di kepala batang kemaluanku. Aku benar-benar menikmatinya. Sambil mengulum batang kemaluan, Revo membelai biji kemaluanku dengan jarinya. Dan karena aku merenggangkan paha lagi, jarinya pelan-pelan ke bawah lagi. Wah, sekarang jarinya di antara pahaku, sekarang sudah di pantat.

Pada saat itu aku merintih kuat, "Ooh.. ehh.. yaah.. Revoo." Karena aku merintih kuat, dikiranya aku sudah menjelang orgasme. Dia berhenti mengulum batang kemaluanku. Sekarang dia menjilatinya, mulai dari kepala terus sampai pangkalnya terus sampai biji kemaluan. Dan jarinya selalu berada di pantatku.

Memang enak sekali dilayani begitu, tetapi aku ingin bekerja juga. Aku mau melihat Revo dalam keadaan telanjang bulat juga. Makanya aku duduk dan membuka bajunya.

Revo hanya tersenyum. Matanya menatapku. Wah, kalau dipandang begitu, jantungku berdebar lebih cepat lagi. Sebelum batang kemaluannya, aku ingin menikmati putingnya, kemejanya kubuka kancing demi kancing. Revo hanya diam melihat kemejanya ditanggalkan, dia menurut saja. Dadanya yang putih dihiasi putingnya yang tegang berwarna coklat tua. Putingnya kukocok, hingga makin keras.

Sekarang Revo telanjang dada. Seksi benar badannya. Aku langsung mulai menjilati dadanya. Sekarang aku menjilati putingnya. Dan ternyata dia menikmatinya juga. Makanya aku lama bermain di putingnya. Tetapi aku ingin menjilati semua badannya, bukan hanya dadanya saja. Makanya lidahku turun ke bawah lagi, ke perut. Sambil perutnya kujilati, tanganku membuka celananya. Revo membantuku membukakan kancing celananya dan memperlihatkan batang kemaluannya setengah tegang di balik CD putihnya. Bau khas cowok mulai tercium, membuatku tidak sabar untuk melihat isinya. Celana panjangnya dijatuhkan ke lantai sekarang dia hanya memakai CD, pantatnya yang gembul membulat tercetak oleh CD-nya. Sekarang Revo hanya pakai celana dalam. Ada yang menonjol di dalam celana ini. Tentu aku ingin melihatnya.

Tetapi ada yang lain yang ingin kulihat lebih dulu. Makanya kuminta Revo menelungkup. Baru sekarang aku melepas celana dalamnya. Wah.. bagus sekali pantatnya. Aku sangat terangsang melihatnya.

Tanganku langsung mulai meremas-remas. Revo merintih nikmat sambil bergoyang-goyang dan sambil merenggangkan kedua pahanya lebar-lebar biar semua bisa kulihat biji kemaluannya, bulu-bulu di belakang bijinya, lubangnya, semua kelihatan. Tanganku meraba-raba pantatnya, jariku membelai buah kemaluannya dari belakang, dan lidahku sibuk juga di bijinya dan di pantatnya sampai nafasnya makin lama makin berat karena menahan nafsu.

Sekarang Revo merintih seperti yang kulakukan tadi, "Ooh, eeh, Mas, teruus, mmh.. enak.. jangan berhentii.. teruus!"
Ternyata dia paling suka merasakan lidahku di pantatnya dan di lubang pantatnya. Tetapi aku mau melayani bagian badannya yang lain juga.

Kubalikkan badannya, batang kemaluannya tegang dan keras. Bagus bentuknya, kepala batang kemaluan yang besar dan merah, pangkalnya yang panjang, biji kemaluannya, rambut kemaluan yang belum begitu lebar. Kulit Revo memang halus dan bersih dan itu yang aku sukai.

Melihat semua itu, nafsuku tak bisa dikendalikan lagi. Aku langsung mulai mengulum batang kemaluannya. Pada saat batang kemaluannya masuk ke mulutku, badannya gemetar. Kuputar lidahku mengelilingi kepala batang kemaluannya. Kemudian aku berhenti di bagian lubang maninya, dan kumainkan lidahku di lubang itu. Tak kusangka ternyata dia mengalami kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya, sehingga dia menggelinjang kenikmatan dan mengeluarkan lenguhan yang tertahan. "Oooh.. enak sekali.. Mas, teruus, kuatlah, ooh.." batang kemaluannya sampai pangkalnya di dalam mulutku. Sambil mengulum kemaluan, aku melihat perutnya yang bergoyang, aku merasakan kedua kakinya di atas pundakku.

Supaya Revo tidak terlalu cepat mencapai puncak nikmatnya, aku berhenti dulu. Sekarang aku menjilati batang kemaluannya. Lidahku mulai di kepala batang kemaluannya, turun ke bawah, ke biji pelirnya antara pahanya. Kemudian ke atas lagi. Batang kemaluannya kucium lagi pucuknya kemudian masuk ke mulutku, kuhisap dengan sekuat tenaga dia menggelinjang dan melenguh dengan suaranya yang serak-serak basah. "Oouugghh.. sstt.. sshh.. aakhh.."

Aku semakin bernafsu menghisapnya hingga basah. Revo menggeliat-geliat kenikmatan. Revo terlihat mengejang, tangannya meremas-remas rambutku. Nampaknya dia akan mencapai klimaks. Dadanya turun naik menahan nafsu yang memuncak, "Mas.. aku mau keluar.."

Aku terus mengulum batang kemaluannya, 5 menit berlalu sampai pertahanannya runtuh dan menyemburkan mani. Semburan air maninya memancar kuat beberapa kali. "Crot.. crot.. crot.. crot.. crot.." Kutelan spermanya dengan beberapa kali tegukan sambil terus menjilat batang kemaluannya hingga bersih. Setelah mereda, ia terdiam beberapa saat menikmati sensasi itu.

Kupeluk tubuhnya, namun tangannya segera meraih batang kemaluanku, tubuhnya membungkuk dan mulutnya diarahkan ke batang kemaluanku. Rupanya ia ingin memuaskanku juga. Entah berapa lama dia terus mengulum dan menjilat batang kemaluanku yang sedari tadi tegang. Aku semakin hanyut dalam kenikmatan. Dibelainya batang kemaluanku dengan lidahnya, dijilatinya. Aku senang sekali, kemudian dia mengangkat panggulku, sehingga kakiku ke atas membentuk huruf V, dimainkannya lidahnya di selangkanganku. Dijilatinya batang kemaluanku, anusku, tempat yang paling sensitif yang enak sekali kalau disentuh dengan lidah. "Akhh betapa nikmatnya, aku senang sekali".

Mulutnya kembali ke batang kemaluanku, mungkin karena ia begitu pandai memainkan lidahnya atau karena ada sedikit rasa khawatir karena kami melakukannya di kantor, tidak berapa lama kemudian aku mulai merasakan desakan air maniku untuk segera keluar. Kutahan suaraku agar tidak terdengar ke luar ruangan. Dan batang kemaluanku segera memancarkan cairan kenikmatan yang sejak tadi kutahan untuk keluar. Revo menjilati batang kemaluanku dan menelan spermaku dengan lahapnya. Dia masih terus menjilati batang kemaluanku hingga bersih.

Aku kemudian bangkit dan membereskan pakaianku yang sudah tercampak di lantai. Tidak banyak waktu yang tersedia untuk menikmati sisa-sisa kenikmatan karena sebentar lagi jam istirahat siang yang hanya satu jam hampir habis. Revo juga mengikuti tindakanku sambil sesekali dia memandang ke arahku sambil tersenyum.

Sejak saat itu, aku dan Revo semakin akrab. Namun kuingatkan dia agar bisa menjaga tindakannya di kantor supaya tidak ada yang curiga. Ada perasaan khawatir yang muncul mengingat dia adalah anak boss-ku. Kalau boss-ku tahu, entah bagaimana kondite-ku nanti pada saat penilaian hasil kerja. Namun perasaan itu segera terpupus setiap kali Revo datang. Dia begitu manis untuk ditolak. Namun aku juga tidak begitu bodoh untuk melakukannya di kantor lagi. Kami cari tempat yang aman. Lagi pula, kupikir, toh boss-ku 8 bulan lagi akan pensiun. Berarti tidak lama lagi status Revo bukan lagi anak boss-ku. Kupikir, pandanganku ini hanya untuk pembenaran tindakanku saja.

Tamat

0 comments:

Post a Comment