Anything for you - 2

Sekitar 10 menit kami saling mengocok, meremas, dan menghisap diikuti dengan gelinjangan dan jeritan-jeritan histeris, ketika tiba-tiba Mbak Juliet menengadahkan wajahnya ke arahku dan merintih.

"Son.. Mbak udah nggak tahan nih.. please..!" tanpa menunggu kata-kata selanjutnya kuangkat tubuh janda cantik itu dari posisi berlututnya.
Kusuruh dia meletakkan kedua tangannya di atas meja menghadap cermin rias sehingga Mbak Juliet kini berada dalam posisi menungging. Tampak buah dadanya bergelayut seakan menantang untuk diperah.

Kurenggangkan kedua kaki putih dan mulusnya, lalu kugosok-gosokkan Juniorku di belahan pantatnya sebelum kuturunkan menulusuri tulang ekornya. Kutempelkan di vaginanya yang dari tadi sudah siap tempur. Perlahan-lahan kusodokkan penisku ke dalam kemaluannya yang sudah sangat banjir itu.

"Aahh..!" Mbak Juliet menggigit bibirnya menikmati penisku yang tengah memasuki vaginanya.
"Oohh.. Son. Oohh..!" erangnya keenakan.
"AAKHH..!" jeritnya ketika dengan agak keras kusodokkan Juniorku sedalam-dalamnya.
Tampak Mbak Juliet itu masih menggigit bibirnya menikmati si Junior yang terbenam penuh di dalam liang senggamanya.

Segera kupompakan si Junior dengan cepat dari arah belakang, terus kutempelkan perut dan dadaku di punggung wanita itu dan kedua tanganku dengan keras meremas-remas dan memelintir kedua puting buah dada Mbak Juliet yang sudah sangat keras itu.
"Oohh.. ouhh..!" erangnya keras sekali.

Tiba-tiba Mbak Juliet mengangkat kepala dan badannya ke arahku dengan menengok ke arah kiri dan menjulurkan lidahnya. Dengan cepat kusambut lidah yang menggairahkan itu dengan lidahku dan kami pun berciuman dengan posisi Mbak Juliet yang tetap membelakangiku. Karena ia menegakkan badannya, Mbak Juliet menaikkan kaki kirinya ke atas meja riasnya untuk memudahkanku terus menyodokkan si Junior.

Sambil terus melumat bibirnya dan menyodok, tanganku kembali meremas-remas kedua buah dadanya. Tangan kiri Mbak Juliet menjambak rambut di belakang kepalaku untuk mempererat tautan bibir kami. Ketiaknya yang berbulu lebat menyebarkan wangi khas yang membuatku semakin bernafsu lagi. Tiba-tiba Mbak Juliet merintih-rintih sambil terus mengulum lidahku. Tampak alisnya mengerut, wajahnya mengekspresikan seakan-akan kenikmatan yang amat sangat menjalari seluruh tubuhnya, ia dengan cepat membimbing tangan kananku yang masih asyik meremasnya untuk kembali memainkan kacangnya. Goyangan pinggulnya menjadi semakin cepat tidak terkendali, dinding kemaluannya mulai terasa berdenyut-denyut.

Dia keluar dengan sangat dasyat, sampai pahaku basah terkena semprotannya. Lalu, aku berhenti sebentar, supaya kondisi vaginanya pulih kembali, sebab dia sudah mencapai puncak orgasmenya. Kugendong dia dan kubaringkan di ranjang. Aku kagum dengan tubuhnya yang sempurna itu.
"Kamu kenapa Son..?" katanya sambil membersihkan bekas cairannya di kemaluannya.
"Sony kagum ama tubuh Mbak yang aduhai itu.." kataku.
"Emang kamu baru pertama ya.. melihat tubuh cewek bugil..?" tanyanya.
"Ya.. Mbak. Sony baru sekali ini melihat tubuh cewek bugil di hadapan Sony." kataku.
"Ahh.. kamu bohong. Kalau kamu baru pertama bagaimana kamu bisa semahir itu ngerjain Mbak. Mbak sampai melayang dan keluar sebegini banyak..?" katanya tidak percaya.

"Ya.., Sony nggak tahu. Sony hanya belajar dari pengalaman teman-teman Sony. Itu aja. Sony memang baru pertama kali melakukan ini. Dan ternyata ngesex itu mudah dan nikmat. Apalagi di sini ada cewek secantik Mbak menemani Sony. Ya kan Mbak..?" kataku sambil kukecup bibirnya.
"Ya dehh. Mbak percaya." katanya.
"Mbak. Sony belum keluar lho." kataku.
"Kamu mau ngerjain Mbak lagi. Ya deh.., Mbak juga udah teransang lagi nih..!" katanya sambil membuka kakinya dan terlihatlah liangnya yang masih sedikit basah.

Perlahan-lahan kuarahkan Juniorku ke depan bibir kemaluannya, sengaja tidak kumasukkan dulu, tapi kubuat main-main dulu dengan cara kuserempetkan ujung kepala Juniorku ke klitorisnya. Dia mulai mengerang lagi. Perlahan kumasukkan batangku ke lubang kenikmatannya yang masih agak basah oleh semprotan cairannya tadi.

Dan, "Bleess.." batang kemaluanku dengan gagahnya maju memasuki liang surga Mbak Juliet.
"Ooh.. Sonn.. enak Sonn.. oh.. terus Sonn.. ohh.. oohh..!" desahnya sambil tangannya meremas kedua putingku.
Aku semakin mempercepat goyangan. Setelah beberapa lama, keringatku pun membasahi dada Mbak Juliet. Tubuh kami berdua berkeringat hingga kami pun bermandi peluh. Justru hal itulah yang membuatku makin bernafsu. Sambil merem melek aku menikmati hal itu, hingga perutku mulai mengeras, otot perut mulai mengencang siap untuk meledakkan sesuatu, bergetar hebat.

"Oh Mbak. Sony mau keluar. Sony mulai keluar Mbak..! Keluarin di mana Mbak..? Dalem ya..? Oh.. oh..!" aku mengerang kenikmatan.
"Keluarin di dalam aja Say, Mbak juga mulai keluar nih. Yah.. yah.. terus Son..!" dengan menjerit Mbak Juliet terlihat pasrah.
"Ooh.. Mbak.. sekarang.. yaa.. oh.. ah.. ahh.. sshh.. ah..!"
"Crot.. crot.. crot.. cret..!" kusemburkan spermaku di dalam liang vagina Mbak Juliet, begitu banyak spermaku sampai-sampai tertumpah di sprei.

Aku menjatuhkan badan di sisi Mbak Juliet, lalu Mbak Juliet bangun dan mengulum batangku yang masih berlepotan spermaku, menjilat dan mengulumnya sampai bersih. Rupanya dia menelan sisa-sisa sperma yang ada di batangku, lalu terjatuh di sisiku juga. Kami berdua terengah-engah dengan napas memburu, mencoba memahami apa yang kami lakukan tadi.

"Thank's ya Mbak. Mbak baik sekali ama Sony." kukecup kening dan pipinya sambil meremas payudaranya.
"Ya. Mbak puas dengan kamu Son. Dan mestinya Mbak yang berterima kasih sama kamu. Sony telah mengisi masa kesepian Mbak." kata Mbak Juliet sambil mengecup bibirku dengan mesra.
Kami pergi mandi membersihkan badan, lalu berganti pakaian terus tertidur dengan nyenyak. Mbak Juliet tidur di sampingku sambil memelukku. Ohh, sungguh nikmatnya.

Kira-kira jam 8 aku terbangun oleh sinar matahari yang menerobos melalui celah gordin jendela. Mbak Juliet masih terlelap dalam pelukanku. Tubuhnya meringkuk seperti anak kecil, dan yang lucunya ia sedang mengenyot jempolnya seperti bayi. Kubelai rambut Mbak Juliet yang tergerai di atas dadaku. Oh ya, pada saat itu aku hanya mengenakan celana pendek saja. Sementara Mbak Juliet memakai kaosku karena dia tidak membawa ganti jadi ya kebesaran.

Ternyata belaianku membuat Mbak Juliet terbangun. Walaupun tidak membuka mata, tapi senyumnya mengembang, masih sambil menghisap jempolnya. Tangan satunya kini menyelinap di antara pahanya dan pahanya semakin dirapatkan. Kuperhatikan betisnya yang lencir bulir padi, indah sekali plus tumit yang lancip kecil pink. Walaupun udara kamar tidak terlalu dingin, namun tetap saja kulit kami merinding kena dinginnya udara pagi. Aku berusaha meraih jas wool-ku di meja lalu kupakai menyelimuti Mbak Juliet, kontras dengan kulit putih mulusnya.

"Mbak kedinginan ya..?" tanyaku sambil mengecup keningnya.
Mbak Juliet hanya mendesah sambil tubuhnya menggeliat merapat. Si Junior dari tadi berdiri terus, sepertinya tidak tahan melihat paha mulus Mbak Juliet. Lalu tanganku menyelinap ke balik jas hitamku mengelus paha mulus Mbak Juliet.

"Son, udah dong. Mbak ngantuk nihh..!" tiba-tiba Mbak Juliet protes manja.
Mendengar itu bukannya berhenti malah jariku mulai menyelinap ke arah pangkal pahanya. Mbak Juliet hanya mendesah manja. Kini terasa lembutnya celana pendek piyama sutraku. Kugesek sebentar kawasan sex spotnya, wah langsung basah dan merembes pada celana sutra hitamnya.

"Ooh Son, I like that. Terus..! Oohh..!" erang Mbak Juliet.
Kusingkirkan jasku lalu kutegakkan tubuh Mbak Juliet sejenak, lalu kubaringkan. Kuambil posisi menindihnya tapi masih kutopang dengan tanganku. Lembut kukecup bibir Mbak Juliet yang merekah. Ia langsung menyedot dan mengulum bibir bawahku. Tangan Mbak Juliet kini merangkul tengkukku dan bermain dengan rambutku. Tangan kananku masih menopang tubuhku sementara yang kiri merangsang celah kemaluan Mbak Juliet.

Jariku kini menyelinap ke dalam celana sutra dan CD-nya dan merasakan halusnya labia mayoranya yang sudah basah. Jari tengahku mulai berani menembus celah basah itu. Wah, masih sempit seperti malam tadi juga. Mbak Juliet mulai mendesah dan menggelinjang. Sekalian saja kulepaskan pakaian tidurnya dan 'onderdil'-nya. Mbak Juliet tidak protes malah membantu. Giliran kini celana pendek kutanggalkan. Mbak Juliet tampaknya tidak sabaran juga, kaos oblongnya langsung dilepas, lalu BH-nya, sehingga payudaranya yang montok terlihat menjulang bagaikan 'Gunung Semeru'. Jadilah kami berdua totally naked and ready to esek-esek.

Perlahan kugesekkan si Junior ke vaginanya. Woow.., rasanya panas kontras dengan hawa kamar yang dingin. Lalu perlahan-lahan Mbak Juliet mulai mencoba memasukkan si Junior ke liang kemaluannya dengan bantuan tangannya. Kedua tanganku menopang tubuhku pada ranjang.
"Aah.. Son..! Terus.., ohh..!" erangnya sambil membantuku dengan menekan pantatku ke depan.
Batangku menembus bibir vaginanya. Wah.., kok hanya masuk kepalanya saja, jelas saya tidak tahan. Mungkin kemaluannya belum benar-benar basah, soalnya tadi aku tisak pemanasan dulu.

Dengan sentakan, kumulai menekan ke bawah supaya si Jumior masuk lebih dalam, untung Mbak Juliet sudah mulai basah. Dia hanya kaget sebentar sebelum akhirnya ia merangkul tengkukku dan menekankan wajahku pada dadanya yang bulat sintal putih mulus.
"Son, ohh.. punyamu kok tambah melar..? Ohh..!" erangnya.
Mbak Juliet terus merintih, sepertinya kesakitan beneran. Ya sudah, lalu kupelankan sedikit.

"Sorry Sayang. Kalau sakit bilang yah..!" seruku berbisik lembut.
Mbak Juliet mengangguk, tampak setetes air mata di sudut matanya. Wah.., tidak tega aku. Ya sudah, kubiarkan dia yang menentukan kecepatan. Walaupun terasa kemaluannya licin dan basah, tapi masih sempit sekali, aku sedikit tidak percaya, padahal tadi malam tidak sesempit ini. Namun perlahan dan pasti Mbak Juliet tetap memaksa si Junior masuk.

Perlahan ia menaikkan pinggulnya. Dengan gerakan setengah berputar, si Junior tertekan untuk menyodok kemaluannya kembali. Batangku sudah tidak sekeras tadi gara-gara aku kasihan melihat nafsuku membuat Mbak Juliet kesakitan. Lama-lama agak longgar juga. Lalu kuberanikan mulai mengenjot si Junior di dalam liangnya. Mbak Juliet mulai mengerang tidak karuan. Liar dan sexy, tangannya kini meremas pantatku.

Beberapa menit kami begitu bersemangat hingga suatu saat, seketika si Junior serasa dijepit oleh kemaluan Mbak Juliet. Terasa dinding rahimnya meremas-remas dengan dahsyat sekali.
"Ohh.. Mbak.. keluarr..! Ahh..!" erangnya.
Lalu, pinggulnya liar menggelinjang dengan kuat. Rupanya Mbak Juliet orgasme. Setelah itu terasa basah sekali sampai cairannya menetes pada kantung penisku.

Tiba-tiba muncul seleraku menikmati juicenya yang jelas banjir bandang itu. Kucabut si Junior yang disambut protes wajah Mbak Juliet yang merengut. Namun begitu kuraih pinggulnya, ia tahu maksudku. Dengan cepat ia berbalik lalu menungging, kedua tangannya menopang pada pinggiran ranjang sedang lututnya terkembang pada ranjang. Pantatnya yang bulat indah megal-megol menggoda untuk dimasuki.

Mbak Juliet tersentak kaget ketika ternyata aku tidak kembali melakukan penetrasi, melainkan berlutut di belakangnya lalu menjilati celahnya. Satu tangannya meraih ke belakang menjambak rambutku. Ia melenguh keras dan menikmatinya. Tidak lama kemudian kembali Mbak Juliet mengejang, dan hidungku mendadak basah kena cairan berbau khas yang meleleh. Lalu, tubuh Mbak Juliet langsung lemas di atas ranjang. Langsung saja kuangkat pantatnya. Si Junior masuk lagi dari belakang. Licin banget sampai bunyi kayak orang kentut gitu saking kencengnya genjotanku.

"Ohh.. udah Son, ahh..!" Mbak Juliet berteriak menyuruhku berhenti, tapi mana mau aku berhenti.
Tangannya mencengkeram erat sprei dan tubuhnya terus menggelinjang hebat. Setelah 15 menitan menggenjot, akhirnya kucabut si Junior lalu kubalikkan tubuh Mbak Juliet. Lalu kusodorkan saja penisku itu ke wajahnya.

"Ahh.. Mbak. Sonny.. keluarr..!" erangku keenakan.
Kukeluarkan segenap benih cintaku ke dalam mulut Mbak Juliet yang terus menyedot. Si Junior lalu memuncratkan cairanku ke wajahnya. Kira-kira 5 semprotan kukeluarkan, dan dilahap habis oleh Mbak Juliet. Ternyata pengalaman nonton 'BF' ada gunanya ya.

Lalu, kami berpelukan dengan tubuh telanjang.
"Son, makasih ya, kamu telah memberi saluran yang selama ini belum pernah Mbak rasakan." katanya sambil mencium bibirku dengan lembut.
"Terus gimana Mbak tentang rencana Mbak selanjutnya. Mbak mau jadi kekasih Sony..?" tanyaku.
"Entar aja deh, biar Mbak pikir-pikir dulu, Son." katanya.
"Bila Mbak benar-benar mau jadi kekasih Sony, Sony nggak akan mengecewakan Mbak." kataku.
"Ahh, yang bener Son. Emang kamu masih mau ama aku. Cewek yang udah tua ini..?" katanya.
"Sony cinta ama Mbak sejak pertama lihat Mbak tadi. Sony nggak memperdulikan usia Mbak berapa, yang penting Sony cinta ama Mbak." kataku sambil mengecup bibirnya.

"Ohh Son, kau sungguh lelaki jantan dan bertanggung-jawab. Sebetulnya Mbak juga suka ama kamu, tapi kan Mbak sadar kalau usia Mbak udah di atas kamu. Tapi, kenyataannya kamu suka ama Mbak. Jadi, Mbak setuju aja. Tapi Sony sabar dulu ya, manis." katanya sambil mengecup bibirku lagi.
"Tapi.., Mbak masih mau lagi kan esek-esek lagi dengan Sony..?" tanyaku.
"Ya dong Sayang. Mbak kan kesepian dan kamu harus memuaskan Mbak setiap waktu. Ya Sayang." katanya.

Itulah ceritaku yang menjadi salah satu kenanganku bersama seorang suster. Setelah itu aku menjadi kekasih baginya dan selalu siap melayani keinginan birahinya, pokoknya segalanya adalah untuk dia.

TAMAT

Apotik 24 jam

Sudah lebih dari 4 jam Tedi bersama 2 rekannya menunggu didepan pintu kamar UGD (Unit Gawat Darurat) sebuah rumah sakit di kota metropolitan. Rudi teman mereka bersama pacarnya mengalami kecelakaan mobil yang lumayan parah tadi pagi sehingga harus dirawat secara intensif di ruang UGD. Tedi dan 2 rekannya merasa berkewajiban untuk membantu teman karibnya karena pihak keluarga Rudi belum ada satupun yang muncul di rumah sakit. Rudi merupakan anak tunggal dan kedua orang tuanya berada di sebuah negara Eropa Timur sebagai staf kedutaan besar. Sedangkan keluarga-keluarga dekat Rudi masih belum tiba karena tinggal di luar pulau Jawa seperti Pontianak, Tarakan dan Manado. Beruntunglah Rudi memiliki karib seperti Tedi dan 2 rekannya yang lain untuk mengurus keperluannya sewaktu dirawat di UGD.

Seorang perawat keluar dari ruang UGD dan menuju ke arah Tedi sambil membawa sebuah kertas di tangannya. "Mas, ini resep dokter yang harus segera dibelikan obatnya agar teman Mas besok pagi dapat langsung disuntik dengan obat itu.", ungkap perawat tersebut kepada 3 pemuda yang sudah kelihatan lelah.
"Kira-kira di apotik rumah sakit ini obat itu ada nggak, Mbak?", tanya seorang rekan Tedi.
"Kalau ada saya nggak akan minta tolong pada kalian", jawab perawat singkat.
"Yuk, dicari!", ajak Tedi pada 2 temannya.
"Sebentar Mas", cegah perawat itu.
"Kalian yang mempunyai golongan darah sama dengan Rudi sebaiknya tinggal disini, jaga-jaga kalau teman kalian membutuhkan darah lagi dan persedian kami habis", meneruskan keterangannya.
Akhirnya 3 pemuda itu berembuk dan memutuskan agar Tedi saja yang mencari obat dan 2 temannya tetap tinggal.

Tedi mengeluh dalam hati sambil mengendarai mobil, "Cari apotik yang buka jam 1 pagi ini pasti susah, aku nggak seberapa hapal jalan Jakarta lagi".
Setelah berkendaraan selama 10 menit akhirnya dia menemukan sebuah apotik yang masih buka tapi setelah dimasukinya pegawai apotik tersebut menyatakan kalau obat yang dicari Tedi tak ada. Kejadian tersebut berulang sampai 4 kali dengan alasan yang mirip, "obat itu habis", "besok siang baru siap", dan sebagainya. Demi teman yang saat ini tergolek di ranjang UGD, Tedi tak berputus asa meskipun tubuhnya sudah lelah dan ngantuk.

Tanpa berharap banyak Tedi memarkir mobilnya didepan apotik kecil di ujung jalan yang sempit. "Paling-paling nggak ada lagi", pikir Tedy sambil menyerahkan resep obat yang dicarinya kepada pegawai apotik itu, seorang wanita berumur 30-an.
"Silakan tunggu dulu, saya carikan", ucap wanita itu dengan sopan.
Dia mencek dengan komputernya, lalu masuk ke ruangan berdiding kaca transparan yang terlihat penuh laci obat, keluar lagi dan terus masuk ke ruangan tertutup. Wanita itu keluar bersama seorang pria berumur 50-an dengan wajah masih ngantuk.
Sambil mengenakan kaca matanya pria itu berkata pada Tedi, "Dik, obat ini agak langka, menyiapkannya butuh waktu 1 jam dan yang bisa menyiapkan cuma cabang kami yang berada di Depok. Sebaiknya adik langsung aja mendatangi kesana atau kalau adik mau nunggu biar pegawai kami yang ngantar kesini, gimana?".
Langsung dijawab Tedi, "Saya tunggu aja disini, Pak! Capek Pak saya putar-putar carinya! Berapa, Pak?".
Dijawab oleh wanita disebelah pria itu, "Totalnya Rp 536.500,-".
Dalam hati Tedi menggerutu, "Busyet, habis nih sisa gajianku!".

Jam di dinding apotik menunjukkan setengah dua, hawa sejuk pagi masuk melalui jendela apotik membuat Tedi yang baru saja duduk beberapa menit di ruang tunggu menjadi ngantuk. Matanya yang agak sayu mulai menatap wanita yang sibuk di kounter apotik itu, sementara itu pegawai pria yang tadi sudah tak terlihat lagi. Dalam hati Tedi mulai berdialog dengan dirinya sendiri untuk menghilangkan kebosanan, "Kalau diperhatikan cewek itu cakep juga ya, rambutnya hitam panjang, kulitnya sawo matang, wajahnya mirip siapa? oh iya kayak penyanyi yang namanya Memes, tingkah lakunya anggun dan sopan, persis deh, bodinya juga kelihatan oke, bego sekali aku baru menyadarinya sekarang". Tatapan mata Tedi yang semula sayu menjadi berbinar-binar seolah memandang hidangan lezat sewaktu lapar. Rasa ngantuknya lenyap dalam keheningan ruangan apotik yang hanya ada dia dan pegawai wanita itu. Dengan mulai berkurangnya aktifitas pegawai wanita itu, ia mulai merasa kalau sedang diperhatikan. Sedikit curi pandang ke arah Tedi, perasaannya terbukti benar. Pemuda langsing tinggi, 25-an tahun tapi lumayan tampan yang duduk didepannya memandang ke arahnya tanpa berkedip. Tedi akhirnya merasa kalau tatapannya dirasakan oleh wanita itu.

Perhatian Tedi beralih ke barang-barang yang ada di outlet apotik itu. Bangkit dari tempat duduknya sambil membungkukkan badan ia melihat satu persatu barang dalam etalase kaca. Dengan penasaran pegawai wanita itu bertanya pada Tedi, "Mencari apa, Mas?"
"Hanya lihat-lihat kok Mbak!", jawab Tedi, tapi pandangannya tertuju pada sederet kotak kondom dengan berbagai merk dan hal ini tak luput dari perhatian wanita itu.
Perhatian Tedi pada deretan kotan kondom itu begitu nampak karena dia benar-benar lagi membandingkan kelebihan setiap merk kondom dengan lainnya melalui tulisan-tulisan yang ada pada kotaknya. Tanpa malu-malu Tedi bertanya pada pegawai wanita itu, "Mbak, yang merk "A" ini harganya berapa?" yang dijawab pula oleh wanita itu. "Kalau yang "B"?" "Kalau yang "C"?" Semua pertanyaan itupun dijawab oleh pegawai wanita itu. Dengan wajah bingung Tedi menegakkan kembali badannya sambil mendekat ke arah pegawai itu. "Mbak, yang bagus yang mana?" tanyanya lirih dengan wajah lugu. Pegawai wanita itu menjawab dengan menggelengkan kepalanya serta tersenyum malu. Dengan wajah kecewa tak memperoleh jawaban, Tedi membalikkan badan lalu keluar dari apotik itu dan mengambil kotak rokoknya dari sakunya.

Bersandar pada kusen pintu apotik, Tedi menikmati setiap sedotan asap rokoknya. Tanpa disadarinya pegawai wanita tadi sudah ada disampingnya dan mengagetkannya dengan permintaannya, "Mas, boleh minta rokoknya?" Bagai orang dihipnotis Tedi menghulurkan kotak rokok dan koreknya kepada wanita. Tedi merasa kaget campur bingung dan heran menatap wanita disampingnya sedang menikmati sedotan pertama pada sebatang rokok.

"Nggak usah bengong Mas, emangnya kenapa?", tanya wanita itu.
"Ah, Nggak, nggak heran kok, sehari habis berapa Pak biasanya, Mbak?", tanya Tedi sedikit menggoda.
"Saya merokok kadang-kadang aja kok, Mas!", jawab wanita itu.
Setelah itu mereka mengobrol akrab bak 2 orang yang telah lama berkenalan.
"Mas, tadi tanya soal kondom, apa sudah menikah?", tanya wanita itu.
"Belum, makanya saya bertanya, Mbak sudah?", jawab Tedi dan berbalik bertanya.
"Sudah 5 tahun", jawab wanita sambil menunjukkan kekecewaan di wajahnya.
"Wah, sudah pengalaman dong, jadi menurut Mbak, sewaktu suami Mbak pakai kondom yang enak rasanya yang merk apa?", tanya Tedi seakan hal itu menjadi teka-tekinya.
"Apa kamu sudah punya pacar?", tanya balik wanita itu.
Dengan menggelengkan kepala, Tedi menunduk malu seolah sadar bahwa dia menunjukkan keluguannya, lalu dia berusaha menutupinya dengan berkata, "Tapi gini-gini pengalamanku nggak kalah sama Mbak! cuman saya nggak pernah pakai kondom"
"Oh, ya? saya percaya kok", sindir wanita itu.
"Kalau nggak percaya boleh dicoba!", tantang Tedi.

Dengan wajah yang memerah dan tersenyum, wanita itu membuka pintu apotik lalu masuk kembali setelah membuang puntung rokoknya, meninggalkan Tedi seorang diri. Dengan menggeleng-gelengkan kepala Tedi merasa sangat tolol setelah menyadari kalau dia baru saja mengeluarkan kata-kata yang paling bodoh sepanjang pengalamannya berkenalan dengan cewek. Bahkan saat ini dia belum mengetahui nama dan alamat wanita yang baru saja bercakap-cakap dengannya selama 30 menit. Sebuah hasil yang dapat menjatuhkan pamor yang dikenal teman-temannya sebagai seorang yang ahli memperoleh data tentang cewek dalam berkenalan.

Tak lama kemudian Tedi juga kembali masuk kedalam apotik dan mendapati pegawai pria apotik itu telah duduk dimeja counter. Merasa ingin buang air kecil, Tedi menanyakan letak toilet kepada pria itu. Sesuai petunjuk pria tadi, tedi memasuki lorong panjang dalam apotik itu dan akhirnya menemukan kamar mandi setengah terbuka yang kelihatan sangat bersih. Dengan terburu-buru Tedi masuk dan langsung membuka resleting celana jeansnya dan segera mengeluarkan penisnya dari dalam CDnya lalu, "Ah.. Lega rasanya!"

Rupanya Tedi melupakan menutup pintu kamar mandi. Dan karena lagi menikmati buang air kecil dia tak merasakan kalau di belakangnya sudah berdiri pegawai wanita tadi sambil mengamati bentuk dan ukuran penis Tedi yang lagi menyemburkan cairan urine bak ujung selang. Setelah membersihkan penisnya dengan tissu yang ada disampingnya, ia terkejut setengah mati merasakan pundaknya dipegang tangan halus dan punggungnya merasakan geseran dengan 2 benda tumpul yang lunak. Menoleh ke belakang ia melihat wajah pegawai wanita tadi.
Dengan napas lega Tedi berkata, "Kukira hantu, sampai hampir pingsan rasanya!".
"Aku mau buktikan ucapan Mas diluar tadi!", ucap wanita itu sambil tangan kanannya bergerilya memegang pangkal penis Tedi.

Tanpa dikomando burung Tedi langsung mendongkak keatas memberi penghormatan atas rangsangan genggaman halus tangan wanita itu. Diikuti helaan napas yang dalam wanita itu menggeser-geserkan daerah vitalnya yang masih berada dibalik rok dan CDnya ke pantat Tedi. Dengan serta merta Tedi memutar bagian tubuhnya hingga berhadapan dengan wanita itu. Lepaslah genggaman wanita itu pada penis Tedi, tapi pantatnya jadi gantinya, diremas dan ditariknya kearah tubuh wanita itu. Dua bibir saling bertautan, cumbuan dibalas cumbuan, keduanya saling bercumbu dengan gairah yang luar biasa. Dua tangan Tedi menemukan pantat wanita itu dan meremasnya sambil menarik ketubuhnya. Penis Tedi terhimpit dan bergesek dengan bagian depan rok wanita itu tepat pada daerah sekitar alat vitalnya, sementara buah dadanya terhimpit dada Tedi. Di bagian bawah gesek menggesek 2 alat vital yang berlainan jenis menimbulkan efek yang semakin menjadi-jadi meskipun masih terhalang oleh rok dan CD wanita itu. Di bagian tengah dimana gesekan payudara yang semakin mengeras pada dada Tedi juga terhalang oleh BH, pakaian wanita itu dan kaos Tedi. Bagian ataslah yang baru bebas dari segala penghalang, lidah Tedi masuk dalam mulutnya dan mengusap lidah wanita itu dengan liarnya dan dibalas dengan sedotan dari mulut wanita itu, hal ini terjadi silih berganti sementara kedua bibir saling melekat satu sama lainnya.

Selang beberapa waktu terjadi genjatan senjata. Kedua pihak saling melepas halangan yang ada. Pakaian terusan wanita itu sekarang sudah terlepas semua kancing depannya hingga bagian depan tubuhnya terbuka bebas. Celana jeans dan CD Tedi juga sudah sampai kebawah, juga kaosnya yang benar-benar lepas tersampir di gagang pintu kamar mandi sempit yang tertutup. Wanita itu kemudian melingkarkan tangannya kebelakan untuk melepas kancing BHnya, Tedi memanfaat momen itu dengan berjongkok dan mencumbu perut wanita itu sambil melorotkan CD wanita itu hingga lepas. Bersamaan dengan lepasnya BH wanita itu, cumbuan bibir Tedi juga bertemu bibir vaginanya. Desahan dan erangannya merasuki otak Tedi, sedotan mulutnya pada vagina wanita itu diikuti dengan permainan lidah di klitoris.

Kedua tangan bebas wanita itu segera menangkap dan menarik bagian belakang kepala Tedi ke arahnya hingga muka Tedi terhimpit diselakangannya. Sedotan mulut Tedi bertambah kuat bak pompa air yang lagi menyedot sumur. Sesekali wanita itu agak menjongkok dan dengan tarikan kuat pada kepala Tedi hingga juluran lidah Tedi dapat masuk kedalam lubang vaginanya yang paling dalam. Rangsangan hebat yang diberikan Tedi menghasilkan gelombang kejut pada wanita itu, denyut-denyut dinding vaginanya mengantarkan keluarnya cairan kental. Bergelinjang dalam keadaan berdiri membuatnya terhuyung lemas namun beruntung dinding kamar mandi itu telah dekat dengan punggungya hingga tersandarlah punggungnya di dinding. Dekapan Tedi setelah bangkit dari jongkoknya juga membantu wanita itu untuk tetap berdiri sambil bersandar pada dinding kamar mandi.

Dalam dekapan Tedi, mata wanita itu terpejam merasakan kepuasan sesaat, payudaranya menempel pada dada Tedi yang berbulu tipis, dan napasnya yang tadinya terengah-engah mulai teratur kembali. Penis Tedi menempel ketat pada daerah kemaluan wanita itu hingga merasakan kehangatan yang basah. Tedi mulai mencumbu mulut wanita itu dan sedikit demi sedikit diber jalan hingga pergumulan kedua mulut tak dapat dihindarkan kembali. Diikuti gerakan pinggul dan pantat, mengakibatkan geseran penis Tedi pada bibir vagina wanita mulai terasa nikmatnya bagi kedua belah pihak. Lalu wanita itu membuat rangkulan tangan serta usapan di punggung dan belakang kepala Tedi. Terprovokasi oleh rangsangan yang diberikan wanita itu, Tedi mulai sedikit berjongkok hingga ujung penisnya menempel bagian depan lubang vagina lalu dengan gerakan meluruskan kembali kakinya, naik dan masuklah seluruh batang kemaluannya kedalam liang kenikmatan wanita itu yang telah licin dengan tiba-tiba. Kaget oleh sentakan Tedi, keduanya melepaskan ciuman mulut, "Akh..!", jerit wanita itu dengan mulut terbuka dan diikuti dengan desahan, "Ah.. ah.. ah.." ketika Tedi memompa batang kemaluannya kebawah dan keatas. Dua insan berlainan jenis telah memulai hubungan sebadan sambil berdiri dalam kamar mandi apotik yang sempit.

Mulut Tedi mulai menghisap bagian kiri leher wanita itu lalu sesekali pada telinga kirinya. Dengan berputarnya waktu dan berbagai rangsangan yang saling diterima keduanya, wanita itu semakin merasa lemas pada bagian kakinya karena memaksakan diri untuk merengguk kepuasan meskipun telah berorgasme 2 kali. Akhirnya dengan tetap menyandarkan punggungya pada dinding kamar mandi ia meminta tangan Tedi untuk menahan pantatnya lalu mengaitkan kedua kakinya pada bagian belakang kaki Tedi. Sambil membopong wanita itu Tedi tetap melakukan pemompaan batang kemaluannya pada vagina wanita itu. Kekuatan Tedi ada batasnya, akhirnya dilepaskannya kaki kanan wanita itu agar dapat menopang tubuh wanita itu sendiri. Dengan tangan kanan tetap memegang paha kiri wanita itu, Tedi mempercepat gerakan pompanya.
"Aduh Mas aku mau keluar lagi, ssh..", ucap wanita itu sambil menggigit bibir atasnya.
Tedipun segera melepas beban yang sedari tadi ditahannya, penisnya berdenyut hebat dalam liang kenikmatan, menyemprotkan cairan sperma bagai semburan ular berbisa. Merasakan semburan cairan hangat dalam liangnya, wanita itu pun tak kuasa menahan orgasmenya. Keduanya saling berangkulan sampai penis Tedi keluar dari liang kenikmatan dalam keadaan kosong dan lemas. Diakhiri dengan saling ciuman bibir, keduanya membersihkan diri, mengenakan kembali pakaian yang lepas, dan keluar dari kamar mandi.

Tedi melihat waktu pada jam dinding apotik menunjukkan pukul 3 pagi dan setelah menerima obat pesanannya yang baru tiba itu dari pegawai pria apotik itu, dia langsung keluar menuju mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga sampai rumah sakit tempat kawannya dirawat. Kemudian dia memberikan obat serta kopi resepnya itu pada perawat jaga lalu duduk termenung di ruang tunggu sambil berusaha mengingat kejadian sensasional di apotik tadi. Lalu dari kejauhan lorong rumah sakit didepannya dia melihat Joni dan Rio, kedua kawannya, keluar dari sebuah ruangan dengan wajah suka cita, diikuti 2 perawat, yang seorang berumur 40-an dan satunya 20-an. Kedua perawat yang berjalan dibelakang Joni dan Rio terlihat sedang membetulkan seragamnya dan berusaha menutup kancing bagian atasnya. Pemandangan ini tak luput dari penglihatan Tedi.

Kira-kira apa yang telah dilakukan Joni dan Rio? Donor darah merah atau putih? Kenapa mereka kelihatan senang sekali? Itulah semua pertanyaan dalam benak Tedi.

TAMAT

Anugerah terindah - 2

Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya. Setelah 10 menit, sayapun tidak tahan tahan lagi, langsung saya naik ke atas tubuh Reni dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Reni dan aroma kemaluan Reni di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit. Dengan tangan kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Reni, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Reni menekan pantatku dari belakang.
"Ohh mass.. suk.. hh.. masukin.. ohh.. hh.. ehemm.."
Perlahan kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang kemaluannya, dan Reni semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku terasa tertahan sesuatu yang kenyal.

Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Reni memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Sayapun menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar. Lalu saya diam tak bergerak, membiarkan otot-otot kemaluan Reni terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya. Sebentar kemudian kernyit di dahi Reni menghilang, dan sayapun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Reni mengernyit lagi, tapi lama kelamaan mulutnya menceracau,
"Aduhh.. sshh.. iya.. terusshh.. mmhh.. aduhh.. enak.."
Saya merangkulkan kedua lenganku ke punggung Reni, lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Reni sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak kemaluanku menancap hingga pangkal kemaluannya. Tanpa perlu diajari, Reni segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kamipun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Reni makin menggila dan iapun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan.
Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku. Setelah tubuh Reni melemas, saya mendorong ia terlentang, dan sambil menindihnya, saya mengejar puncakku sendiri. Ketika saya mencapai klimaks, Reni tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang ke dua. Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.
"Aduh.. enak banget." katanya
Saya cuma tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Saya pikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Reni yang masih amat kencang. Saya segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami berdua dan.. kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang pagi sampai sore kami melakukan hubungan sex terus sampai mencapai empat kali lagi orgasme, dan Reni.. entah berapa kali.

*****

Jam 6 sore saya pergi makan, karena sudah lapar sekali, akibat dari pertempuran sengit dari semalam. Sesampai di restaurant, kita makan sambil bercakap-cakap.
"Ren.. saya mau kasih tau kamu sesuatu"
"Apa?"
"Saya sudah punya istri, saya tau mungkin kamu kecewa dalam hal ini"
Reni hanya diam, sambil menundukan kepala
"Saya tahu, saya telah bersalah.. mengambil keperawanan kamu"
Reni masih diam membisu.. setelah sekian lama dia kembali mendongakkan kepalanya.
"Sayapun tidak mau merusak rumah tanggamu, tapi saya juga sudah bukan perawan lagi" sambil berlinang air mata, terus dia melanjutkan kata-katanya setelah dia menghapus air matanya.
"Saya rela dijadikan istri ke 2, atau istri peliharaan, asalkan kita tidak berpisah"
Saya malah diam sekarang mendengar kata-katanya, saya bingung mau jawab bagaimana.
"Saya berkata jujur, saya mencinatimu, oleh karena itu saya rela memberikan perawan saya" sambung Reni
"Saya juga merasa bertanggung jawab, tapi saya tidak bisa mengambil keputusan sekarang" jawabku.

Setelah makan saya mengantarkan Reni ke tempat kostnya. Saya memberi sejumlah uang, tapi Reni menolaknya, dengan alasan, dia melakukan itu karena dia mencintai saya, walaupun kita baru kenal. Tapi saya bujuk dia untuk menerima uang tsb, dengan alasan, untuk keperluan membeli kebutuhan dia sehari-hari, kuliah, dll. Akhirnya diapun menyetujuinya.
"Kapan kita bertemu lagi?" katanya sebelum dia turun dari mobil.
"Nanti saya akan menghubungi" jawabku
Setelah Reni keluar dari mobil, saya langsung pulang. Sesampainya saya dirumah, saya masih bingung dengan persitiwa yang saya alami. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh bunyi handphone. Ternyata dari calon pembeli rumah yang saya akan jual didaerah Jakarta Pusat. Dan kita janjian akan ketemu dirumah tsb jam 2 siang esok hari.

Seperti yang sudah dijanjikan, kitapun bertemu dirumah yang saya akan jual itu. Pembelinya ternyata seorang wanita yang cukup cantik dan sexy, bernama Lisa. Dia berprofesi sebagai model salah satu iklan pasta gigi dan masih single. Sayapun mengajak dia untuk melihat-lihat ruangan, sesampainya diruangan bekas kamar tidurku, saya ajak dia untuk melihat kamar mandinya. Tiba-tiba dia tersandung sesuatu dan jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Karena saya kaget dan tidak siap untuk menopangnya, saya ikut terjatuh. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku!
Bau badannya membuatku terangsang dan seperti kesurupan. Sayapun mulai menciumi lehernya.

Lisa sepertinya juga tidak menolak dengan ciuman-ciumanku, hanya saja dia mungkin agak malu, jadi dia hanya sedikit meronta-ronta. Itupun tidak berlangsung lama, Lisa mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tangankupun mulai meremas kedua buah-dadanya. Kamipun langsung berciuman dengan nafsunya. Kemudian kami berbaring ditempat tidur dan mulai melepaskan satu demi satu seluruh busana kami.. sampai tidak tersisa sehelai benangpun! Saya menyentuh dan merasakan hampir seluruh bagian tubuhnya. Lalu sya menciumi vaginanya, pada tahap ini saya berharap untuk membuat Lisa berhasil mendapatkan orgasme ejakulasi, karena saya baru mengenalnya, dan belum tahu seberapa kuat daya tahan sexnya. Lisa menikmati apa yang saya lakukan, dan reaksinya jelas memperlihatkan kalu dia merasakan kenikmatan.

Dia memeluk lebih erat dan dikedalaman vaginanya kelihatan menjadi lebih lembut dan lebih basah. Dan kemudian dia memeluk lebih dekat lagi seiring otot-otot didalam vaginanya mengembang.. Desakan gairah pada diri Lisa semakin besar dan besar.
Dan selain sekedar merintih, dia mulai berteriak. Kemudian yang mengagetkan, seorang yang manis dan bicaranya lemah lembut ini, mulai berteriak sangat kuat.
"Akhh! Akh! Ohh.. Akhh!"
"Oh tidak! Ya! Oh, tidak! Ya!"
"Ya atau tidak?" desak saya.
"Ya atau tidak?"

Vaginanya benar-benar mulai terendam. Lidah saya dipenuhi oleh suatu cairan yang tidak kental, sewaktu dia mulai berteriak, "YA! YA! YA"
Dalam beberapa detik seluruh pinggulnya mengejang keluar dan kedalam, sewaktu cairan panas melayang keluar. Ini berlanjut dalam beberapa menit dan keluar lagi berkali-kali.. sampai pada akhirnya.. dia memohon untuk menghentikan kenakalan lidah saya..
"Sudah pak.. sudah.. saya bisa pingsan kalau masih diteruskan..
Saya sudah lemas sekali" pintanya.

Kemudian saya mengeluarkan menyudahinya dan saya memeluknya. Lalu saya segera membuka pakaian saya dan memasukkan penis saya ke liang vaginanya. Amblas sudah penis saya ke dalam vaginanya. Lubang vaginanya masih tergolong sempit bagi wanita yang sudah tidak perawan lagi. Saya mulai memaju mundurkan penis saya.
"Ennaak.. terus masukin", teriak Lisa.
Setelah 10 menit kemudian tubuh Lisa mengejang dan "Aahh.. aahh.. aahh..", nampaknya Lisa sudah orgasme.
"Tunggu sebentar lagi, saya sedikit lagi juga mau keluar", sahut saya.
Saya percepat laju penis saya sambil meremas-remas payudaranya yang kenyal.
Akhirnya "Aahh.. aakhh", sperma saya muncrat di dalam vaginanya.
Lalu saya segera tarik penis saya dan meminta Lisa untuk membersihkannya.
Ia pun segera menjilatinya sampai bersih.
"Kamu sudah punya pacar?" tanyaku
"Sudah, malah kami sudah tunangan" jawabnya
"Rencananya kami membeli rumah ini untuk ditempatkan setelah nikah" sambungnya
"Ooo.. begitu, kamu sering melakukan sex sama pacarmu?"
"Jarang.. paling 1 bulan 1X, karena pacar gue dokter sekarang tugas di rumah sakit Surabaya, tahun depan dia pindah tugas ke Jakarta"

Setelah bercakap-cakap, kitapun langsung mandi bersama. Setelah mandi birahiku bangkit kembali, lalu saya menjatuhkan diri bersamanya ke ranjang, kutarik tangannya sehingga dia ikut rebah bersamaku. Posisinya sekarang berada di atasku berhadap-hadapan, bibirku langsung menempel di bibirnya yang tipis itu. Aku segera berguling sehingga sekarang dia berada di bawahku.
Dengan nafsu membara kuciumi terus dia, kujilat-jilat bibir bawahnya. kupeluk dia kuat-kuat, kutambah rangsangan dengan meremas-remas buah dadanya dan mengesek-gesekkan kejantananku ke bagian kemaluannya, lidahku masuk dan mulai bermain di dalam, lidah kami saling berpilin dan menyedot, enak sekali rasanya, kami sudah mulai hanyut dalam nafsu. Kupencet-pencet puting susunya sambil terus berciuman.

Sekarang mulutku berpindah ke leher jenjangnya, kujilat lehernya dan tanganku makin ganas di dadanya. Lisa membalik tubuhnya dan berada di atasku, lalu dia mengambil posisi 69, tanpa basa basi dijilatinya barangku mulai dari buah pelir ke kepalanya, kemudian dimasukkan ke mulutnya. Saya langsung menjilati klitorisnya yang sudah basah itu dan dibalasnya dengan sedotan-sedotannya yang nikmat, dia membiarkan batang kemaluanku dalam mulutnya dan dimain-mainkan dengan lidahnya sambil dihisap, sementara aku mengigit pelan bibir kemaluannya.

Setelah 10 menit, karena saya tidak mau cepat-cepat orgasme kusuruh Lisa berhenti. Kali ini Lisa tidur telentang, saya menindihnya dan kumasukkan batang kemaluan ke dalam liang kewanitaannya. Saya mulai memompanya. Kugerakkan pantatku naik turun dan dia pun mengikuti gerakan tubuhku. Dia mulai ribut merintih sambil mengigiti jarinya, menggeleng-gelengkan kepalanya, dan kakinya sudah melingkari pinggangku, sesekali dia juga mencium bibirku.
"Ohh.. terus.. bagus.. ohh.. lebih dalam!"
Makin lama makin kupercepat gerakanku, kami semakin liar di ranjang, 30 menit kami berada dalam posisi ini, tubuh kami sudah mandi keringat. Akhirnya kurasakan dia mulai mengejang, kedua kakinya semakin kencang menjepit pinggangku, tangannya memelukku erat-erat bahkan kurasakan kukunya mulai menggores punggungku, tapi tak kuhiraukan.
"Sedikit lagi.. akhh.. Gua sudah sampai.. tahan dikit lagi.."
Akhirnya cairan hangat kurasakan membasahi batang kemaluanku disertai lolongan panjangnya.

Tapi saya masih belum orgasme, kuteruskan menggenjotnya sampai 5 menit kemudian giliranku yang menyemburkan maniku di dalam liang kewanitaannya. Tubuhku mulai melemas, kami saling cium sambil berguling-guling sampai akhirnya berbaring dengan nafas terengah-engah.
"Lu kuat banget!" kata Lisa sambil menyeka keringat di dahiku.
Saya hanya tersenyum kecil mendengar pujian itu. Mendadak dia menciumku turun ke leher, dada, perut, akhirnya batang kemaluanku. Dikulumnya batang kemaluanku yang masih berlumur sperma dan cairan liang kewanitaannya itu dengan rakus.
Batang kemaluanku yang tadinya mulai loyo kembali menegang di mulutnya.

Saya mengubah posisiku bersandar di ujung ranjang sehingga saya bisa memijat-mijat payudaranya yang berukuran sexsy itu.
Setelah membersihkan batang kemaluanku, dia duduk di pangkuanku dengan posisi berlutut. Sambil kuelus-elus pantatnya dia perlahan-lahan menurunkan badannya sampai batang kemaluanku tertanam di liang senggamanya. Tanpa kuperintah, Lisa langsung menggerakkan tubuhnya turun naik seperti naik kuda. Payudaranya yang tepat di depan wajahku ikut bergoyang-goyang naik turun seirama gerakan badannya. Kuhisap payudara kirinya sementara yang kanan kupijat-pijat dengan lembut sesekali kuputar & kutarik puting merah muda yang sudah keras itu.

Sebelum klimaks kedua kalinya kusuruh dia berganti posisi. Kali ini dia menungging di depanku, ingin main belakang rupanya sekarang. Kumasukkan batang kemaluanku dan tanganku meremas-remas payudaranya yang menggantung itu. Genjotanku membuatnya mengerang-erang nikmat sambil terus memacu tubuhnya mengimbangi gerakanku. Butir-butir keringatnya berjatuhan di ranjang.
Setelah 15 menit bermain doggy style, kita orgasme bareng, spermaku menyemprot 2X kedalam rahimnya. Setelah itu kita mandi bersama lagi, dan melanjutkan pembicaraan mengenai harga rumah.

*****

Diantara semua wanita yang pernah bersetubuh denganku, hanya istrikulah yang terbaik, dia merupakan anugerah terindah yang kumiliki dan tidak ada satupun yang dapat menggantikannya.

TAMAT

Anugerah tak terduga

Semasa SMU aku dikenal sebagai kutu buku yang bercita-cita tinggi, yang tak bisa memegang bola basket, minder terhadap urusan cewek dan tak punya pacar. Sehingga hampir setiap sabtu teman-teman melantunkan lagu Koes Plus untukku, "Sabtu malam kusendiri.." Namun ketika kami mengadakan reuni sepuluh tahun kemudian, ternyata teman-temanku justru terlihat seperti suami yang hidup di bawah bayang-bayang istri dan mertua, sedangkan aku justru mendapat pengalaman-pengalaman seks yang berkesan.

Tanpa sepengetahuan mereka, pengalaman pertamaku terjadi justru ketika aku masih mereka kenal sebagai kutu buku. Berawal dari kepindahan tugas ayahku ke kota lain, aku si rangking satu di sekolah diminta kepala sekolah untuk tidak ikut pindah dan menyelesaikan sekolahku di SMU itu, karena ada undangan dari Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia agar rangking pertama dari SMU-ku kuliah di sana. Demi masa depan, orang tuaku setuju dan menitipkanku di rumah temannya yang kebetulan anaknya, Budi, adalah teman sekelasku, sehingga aku menghabiskan kelas tiga SMU seribu kilometer jauhnya dari keluarga yang kucintai.

Kamar kost-ku tidak berada di ruang utama bangunan, tetapi cukup strategis untuk memonitor penghuni dan tamu yang keluar masuk rumah itu. Malam minggu itu seluruh keluarga temanku menghadiri pesta pernikahan sepupunya, meninggalkan aku si kutu buku asyik belajar sendiri. Untuk menghilangkan kantuk, aku menuju dapur di bangunan utama bermaksud membuat secangkir kopi dan semangkok mie instan. Tiba-tiba terdengar pintu pagar terbuka, rupanya Yumul, adik Budi, pulang lebih awal ditemani pacarnya Wadi. Mereka sudah pacaran setahun lebih dan kelihatannya telah direstui oleh kedua orang tuanya, karena Wadi meskipun baru berusia 21 tahun tetapi sudah hampir menyelesaikan kuliahnya dan Yumul berusia 17 tahun menjelang kelas tiga SMU.

"Tuh liat, kamarnya si kutu buku lagi terang. Seperti biasa, paling-paling dia lagi asyik ngapalin rumus-rumus yang njelimet, jadi kita aman di sini," terdengar suara Yumul. Selang beberapa menit setelah mie dan kopiku siap hidang, aku beranjak menuju kamarku, namun aku terkesima karena di ruang tamu kulihat pemandangan yang jauh berbeda dengan rumus matematika yang sedang berputar di otakku. Yumul sedang merem-melek karena buah dadanya sedang dikulum Wadi. Karena khawatir mereka tahu kehadiranku bila kuteruskan langkahku maka aku berhenti, dan dengan hati berdegup terpaksa kuikuti lakon itu. Wadi terus menghisap kedua puting dari bukit mini namun ranum langsat, sembari tangannya menyusup ke dalam gaun pesta Yumul, dan seketika membuat Yumul menggeliat lirih, "Aahh.. uhh.." Berdasarkan ilmu biologi, jari tangan Wadi menemukan klitoris sensitif Yumul.

Sambil mendesah, tangan Yumul mencoba melakukan serangan balasan dengan mencari persembunyian meriam Wadi, meskipun harus bersusah payah melepas ikat pinggang, membuka reitsleting, memelorotkan celana panjang dan menyusup ke dalam benteng terakhir celana dalam. Wadi yang sudah tahu arah serangan, tetap saja tersentak dan mengerang sambil menekan pantatnya ke depan. Yumul terlihat lebih cekatan, mengeluarkan meriam Wadi dan mengulumnya hingga menekan tenggorokan. Wadi yang sempat terkesima sesaat, tergopoh-gopoh menyusun posisi untuk dapat memelorotkan celana dalam Yumul dan melahap kemaluan yumul dengan rakus sambil jari tengahnya merogoh ke dalam liang kewanitaan Yumul. Sambil berbaring mereka membentuk posisi enam sembilan dan terdengar duet alunan merdu. "Mmmh.. nyam-nyam.. sluurrp.. yesshh.."

Setelah merasa puas tiba-tiba Wadi berdiri, dan Yumul bagai telah hapal akting selanjutnya, juga ikut berdiri. Mereka berdekapan erat, berpagutan bibir, dan menggoyangkan pantat saling bertabrakan. "Astaga, mereka bersenggama," pikirku sambil menelan ludah dan mengusap keringat saking menghayati ketegangan adegan.

Entah telah berapa puluh kali mereka saling menghunjam, tiba-tiba kudenggar Yumul berkata lirih, "Mas, kali ini dimasukkin beneran yach, jangan cuma dioles-oles."
"Kamu nggak takut," tanya Wadi dan dijawab dengan gelengan kepala Yumul.
"Nanti kamu nyesel," tanya Wadi dan sekali lagi Yumul menggeleng sambil berkata, "Khan kata Papa kita akan menikah dua tahun lagi, yang penting jangan sampai hamil dulu."
Wadi menghentikan goyangannya dan menatap Yumul dalam-dalam, "Jangan sekarang, kita beli kondom dulu."
Yumul menggelayut manja dan merengek, "Yumul nggak tahan, pinginnya sekarang, nanti maninya Mas jangan dikeluarin di dalam tapi di luar saja, seperti biasa."
Meskipun adegan makin menegangkan, namun aku menghela napas lega, "Ah syukurlah, mereka belum bersenggama, tapi mereka akan.. bagaimana cara mencegahnya?" Pikiranku buntu untuk bisa menghentikan mereka, karena jantungku terlalu kencang berdegup tak memberi kesempatan otakku berputar, sedangkan ujangku ikut-ikutan tegang tanda setuju adegan selanjutnya.

Nun jauh disana, Wadi telah menidurkan Yumul di atas karpet, Yumul membuka gerbang kangkangan kaki, dan laras torpedo Wadi mulai diarahkan, perlahan maju, mendekati liang, menempel dan.. tiba-tiba Wadi menghentikan gerakannya, menatap Yumul, sambil menelan ludah berkata, "Sebaiknya Kamu yang di atas, biar menekannya hati-hati, biar nggak terlalu sakit, soalnya kata orang hubungan yang pertama sakit buat perempuan." Yumul yang sedari tadi memejamkan mata menghitung mundur saat terobosan pertama, kaget dan menjawab, "Yumul sudah merasakan sakitnya waktu Mas memasukkan jari ke memek Yumul." Wadi belum mengerti maksudnya tapi kurang lebih Wadi harus tetap di atas dan menekan meriamnya ke dalam liang kewanitaan Yumul. Maka sekali lagi Wadi mengambil ancang-ancang, meluruskan, perlahan menekan dan akhirnya.. "Kriingg.." suara telepon berdering, Wadi dan Yumul terkejut dan setelah sadar itu suara telepon mereka saling tersenyum, "Oo cuma telepon.. tapi bagaimana kalau si kutu buku mendengar dering telepon dan datang ke sini mau ngangkat telepon? Cepat Mas angkat dulu teleponnya biar nggak berdering terus," Kata Yumul. Dengan mengendap Wadi mengangkat telepon, sesaat wajahnya serius, menutup telepon, sekonyong-konyong mengenakan kembali celana dan pakaiannya dan tergesa-gesa berkata, "Aku harus pergi, Mama sakit keras.." seraya menuju pintu keluar. Yumul yang berharap dapat melanjutkan adegan penerobosan pertama hanya terbengong tanpa sempat melakukan sesuatu kecuali mengucapkan, "Salam buat Mama, semoga lekas sembuh!"

Terkesima oleh pembatalan sepihak yang dilakukan sekejap, Yumul hanya dapat memandangi tubuhnya yang telah bugil. Perlahan tangannya membelai bibir kemaluannya seolah membujuk agar tidak sedih. Lalu Yumul memutuskan untuk menghibur diri dengan mempermainkan klitorisnya sendiri. Aku yang merasa drama telah berakhir bermaksud menyelinap ke kamarku, namun Yumul menangkap ada gerakan di dekat dapur. Sambil menutup tubuh seadanya ia menghampiri dapur dan memergokiku berdiri di sana. Yumul kaget dan terpaku, akupun gemetar tak mampu mengucap maaf. Antara malu, menangis, marah dan tertawa Yumul berkata, "Bang Obi dari tadi melihat kami?" Aku menunduk, tak berani menatap dan berkata lirih, "Maaf.." Sejenak hening, lalu tiba-tiba Yumul tesenyum simpul, "Hi, ada burung apa di celana Bang Obi.." Rupanya meriamku belum turun dan menyembul diantara celana hawaiku, karena memang kebetulan aku tidak pernah memakai celana dalam bila menjelang tidur. Belum hilang kagetku, tiba-tiba Yumul maju menangkap burungku dan mengelus, sementara aku tak bisa mundur meskipun ingin, karena kakiku terlalu gemetar.

Melihat aku tak berdaya bagai patung, Yumul memelorotkan celanaku sehingga burungku tak bersangkar lagi, dan seperti telah kulihat sebelumnya, Yumul mulai menjilati dan mengulum batang kejantananku. Aku semakin gemetar dan gagu serta tak mampu menghindar dari wanita birahi yang belum sempat terlampiaskan dengan Wadi. Yumul menarik pundakku turun lalu mendorong untuk merebahkanku. Di hadapanku terpampang gadis manis berambut ikal yang selama ini hanya kukenal keayuan wajahnya, kini memamerkan kemulusan tubuhnya. Lehernya yang jenjang menyatu dengan pundaknya yang lebar. Sembulan dua gunung kecil dengan puting centil merah muda, padat menantang selaras lekukan pinggul. Bulu-bulu halus di selangkangannya tak mampu menyembunyikan bibir tebal liang kewanitaannya dan mancungnya klitoris yang masih sedikit memerah akibat gesekan meriam dan jari Wadi.

Bidadari 17 tahun itu melangkahkan kaki jenjangnya berdiri mengangkangiku dan perlahan turun. Sambil memegang batang kejantananku Yumul meluruskan liang kewanitaannya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Yumul langsung menekan.., "Bless.." mulai terjadi penetrasi, aku merasakan sempit dan seretnya. "Yumul.." hanya itu yang keluar dari mulutku tak tahu apa lanjutan kalimatnya. Yumul berhenti sejenak, mengatupkan mulutnya rapat-rapat, sedikit menutup matanya. Antara nikmat dan sakit, perlahan Yumul menekan lebih dalam.., "Bless.." aku merasakan batang kejantananku didekap dan diremas hangat oleh liang kewanitaannya. Yumul berhenti lagi sejenak, menengadahkan wajahnya sambil menggigit bibirnya sendiri dan memejamkan mata. Lalu kembali perlahan Yumul menekan.., "Bless.." terus menekan perlahan hingga selangkangan kami beradu, Yumul menghentikan tekanannya. Ah, burungku telah bersangkar di dalam liang kewanitaan Yumul dan merasakan pijatan dinding kewanitaannya. Yumul menatapku sambil tersenyum, akupun berusaha tersenyum sementara detak jantungku sudah tak beraturan dan keringatku mengalir dimana-mana.

Yumul menggoyangkan pantatnya kekiri kekanan dan berputar, stress-ku mulai mengendur dan mulai merasakan nikmatnya pijatan nikmat terhadap batang kejantananku. Lalu perlahan Yumul menaikkan dan menurunkan kembali pantatnya, semakin lama semakin cepat. Berulang naik turun, kiri kanan, berputar. Ketika melihat senyumnya yang menandakan kepuasannya, tanpa sadar akupun ikut menaikturunkan pantatku seirama dengan gerakannya. "Uhh, mentok Bang.. enaak." Karena batang kejantananku memang sudah tegang lama, maka tak lama kemudian kurasakan sesuatu mendesak untuk dimuncratkan. "Uhh.. aku mau keluar Yumul, uhh.." kataku tak jelas. "Iya.. hh.. tapi.. hh.. jangan dulu Bang, hh.. tunggu Yumul, hh.. nanti dikeluarinnya Bang.. hh diluar saja.." kata Yumul sambil mempercepat goyangannya. Aku tak tahu bagaimana cara menahan pancaran yang siap mendesak keluar, hingga akhirnya, "Aaahh.." dan "Crott.. crott.." aku mengeluarkan maniku di dalam liang kewanitaan Yumul. Meskipun tahu aku sudah ejakulasi, Yumul terus bergoyang, seolah tak peduli atau mungkin karena iapun sedang menuju puncak. Tiba-tiba Yumul berteriak panjang dan keras sekali, "Aaahhwww.." dan terkulai lemas di atasku. "Ssstt.." kataku, karena takut terdengar entah oleh siapa.

Tanganku yang sedari tadi berperan sebagai penonton, memberanikan diri mendekapnya dan beberapa saat kami berpelukan erat. Aku penasaran dan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk meraba buah dadanya, dan Yumul sedikit mengangkat badannya memberi kesempatan dan ruang gerak bagi tanganku agar leluasa meremas dan bahkan mempermainkan putingnya. Dan mulutku tak mau ketinggalan jatah, ikut mencium, mengulum dan mengisap puting yang baru mekar di bukit yang kenyal. Sementara dibagian bawah, batang kejantananku terus bersangkar di dalam liang kewanitaan Yumul, namun semakin lama semakin lunglai dan akhirnya keluar dari lubangnya, "Plup.."

Yumul menatapku dan berkata, "Bang Obi, tadi ngeluarinnya di dalam yaa.."
Aku mengangguk pelan.
"Bagaimana kalau Yumul hamil, Bang?" tanyanya.
"Yumul tetap dalam posisi tegak atau di atas, dan biarkan maniku mengalir keluar kemaluanmu sesuai gravitasi bumi," entah teori apa yang kukatakan tapi Yumul menurut.
Setelah Yumul yakin bahwa maniku telah keluar semua ia beranjak dan berkata, "Kalau Bang Obi melaporkan hubunganku dengan Mas Wadi yang sudah cukup jauh, Yumul juga akan laporkan pada orang tua Bang Obi dan Guru bahwa Bang Obi telah menggauli Yumul, dan masa depan kita sama-sama hilang," Yumul setengah mengancam dan segera beranjak dari tubuhku.

Yumul memperhatikan betapa banyak semprotan yang keluar dari liang kewanitaannya dan betapa banyak maniku yang mengalir kembali keluar dari liang kewanitaannya dan membasahi batang kejantananku. Selintas Yumul tersenyum namun tiba-tiba ia terkejut karena di batang kejantananku ada darah merah cukup banyak. "A..Aku masih perawan?!, oh.. kukira aku sudah tidak perawan karena tusukan jari Mas Wadi." ia tampak menyesal dan segera meraih gaun pesta, celana dalam dan bra-nya serta berlari menuju kamarnya. Sayup-sayup terdengar gemercik air siraman mandi Yumul, lalu senyap.

Ketika keluarganya pulang dari undangan, aku sedang membersihkan keringat, bercak-bercak mani dan darah yang berserakan di lantai. Kukatakan bahwa mie instanku tertumpah. "Yumul sudah tidur, tadi pulang diantar Mas Wadi," kataku ketika mereka menanyakan Yumul.

Keesokan harinya kudengar Yumul seharian mengurung diri di kamarnya dan hanya sesekali keluar untuk makan. Karena aku memang jarang ngomong sama Yumul tak ada yang curiga kalau Yumul sama sekali enggan ngomong denganku. Aku menyesal telah membuat Yumul menjadi pendiam dan aku berdoa agar dia dapat ceria kembali. Rupanya doaku terkabul. Tiga minggu kemudian kulihat ia sangat ceria, dan pada suatu kesempatan ia menghampiriku. "Maafkan Yumul ya Bang dan Bang Obi juga sudah Yumul maafka," bisiknya mesra. "Koq?" aku tulalit. Seolah mengerti maksud pertanyaanku, Yumul menjawab, "Aku telah bersetubuh dengan Mas Wadi, dan dia yakin bahwa perawanku telah hilang saat dia masukkan jarinya padaku, dan keluargaku yakin murungku selama ini adalah karena mamanya Mas Wadi diopname, jadi masa depanku cerah lagi." Hanya itu yang dikatakan dan ia berlalu dengan ceria, gaya manja khas belia 17 tahun.

TAMAT

Anything for you - 1

Hai, aku mau cerita tentang hubunganku dengan seorang seorang cewek cantik. Kisah ini terjadi di kota XX. Aku bekerja di salah satu perusahaan konstruksi terbesar di sana.

Kamis malam aku kebetulan pulang dari proyek. Dalam perjalanan aku melewati sebuah rumah sakit. Aku secara nggak sengaja melihat dari kejauhan nampak seorang gadis berambut panjang mengenakan jas ketat putih dan span putih pendek. Wow.. cantik sekali dia. Lalu, waktu dia berdiri menunggu taksi, aku mendekatinya dan kuberhentikan mobilku di depannya.

"Permisi.. Mbak.. bisa mengganggu sebentar..?" kataku sambil memperhatikan wajahnya yang cantik bak bidadari.
"Ya.. ada yang bisa saya bantu..?" katanya dengan suara merdu sekali.
Lalu, dia menyambutku dengan senyum manis walaupun sebelumnya sempat melirik jam di tangannya.

Setelan bajunya sungguh menarik. Rupanya ia memadukan rok bawahan seragam perawatnya dengan blazer ketat putih juga, sampai belahan dadanya nampak menonjol saking ketatnya. Sedang sepatunya sudah diganti sepatu hak tinggi. Wah kasihan juga cewek cantik ini menunggu kedinginan di tengah udara dingin musim hujan. Di leher jenjangnya terbelit syal bulu warna hitam, namun tidak menutupi belahan payudaranya yang terdesak ketatnya blazer, hm.. mulusnya.

Lalu, aku turun dari mobil.
"Permisi Mbak, saya mau tanya.. kalau mau ke jalan Sonken.. arahnya kemana ya Mbak..?" kataku.
"Ooo.. Mas lurus aja, terus kalau ada perempatan belok kanan, lalu belok kiri, terus kanan terus kiri lagi.." jawabnya membingungkan.
"Eee.. saya tambah bingung. Gimana kalau Mbak mengantar saya ke alamat ini dan sebagai gantinya saya akan mengantar Mbak pulang ke rumah Mbak.. gimana..?" kataku.

"Aduhh.. gimana ya, saya sebenarnya mau ke Rumah Sakit." jawabnya agak takut.
"Jangan takut Mbak.. saya orang baik-baik kok, nanti saya antar Mbak." kataku lagi.
"Ya.. deh." jawabnya.
"Nah, gitu dong.. mari silakan." kataku sambil membukakan pintu mobil.
Akhirnya kami langsung saja mencari jalan kutanyakan tadi. Padahal itu rumahku sendiri lho.

"Eee.., kalau boleh tahu nama Mbak siapa..?" tanyaku.
"Juliet Mas.." katanya singkat sambil menutupi bagian pahanya yang dari tadi membuat juniorku berdiri. Habisnya putih, mulus dan berbulu sih.
"Saya Sony, Mbak. Kok malam-malam ke rumah sakit. Siapa yang sakit Mbak..?" tanyaku pura-pura nggak tahu.
"Nggak ada Mas.. Juliet kerja di rumah sakit." jawabnya.
"Ooo.. jadi Mbak seorang suster rupanya. Wah.., Sony tidak menyangka Mbak seorang suster, habis Mbak kelihatan seperti artis Tamara Gerandong sih.." kataku becanda.
"Ahh.. Mas Sony bisa aja.." jawabnya manja sambil mencubit lenganku.

Wahh.., nih cewek kok sudah berani nyubit tanganku.

"Mbak Juliet masih sendiri atau udah menikah..?" tanyaku.
Lalu, dia diam seribu satu bahasa.
"Lho.., kenapa Mbak koq diam.. apa pertanyaan Sony menyinggung perasaan Mbak.. kalau gitu nggak usah dijawab deh.." kataku.
"Nggak kok nggak pa-pa, sebetulnya Juliet udah menikah tapi kami harus berpisah gara-gara suami Mbak selingkuh dengan cewek lain.." katanya sambil meneteskan air mata.

"Ma'af ya Mbak. Sony telah mengungkit masalah pribadi Mbak." kataku.
"Nggak pa-pa. Eee.., omong-omong umur Mas Sony berapa sih..?" tanyanya.
"Udah tua Mbak. 24 tahun 12 bulan 1 hari 1 jam 30 menit 20 detik." kataku.
"Idihh.. Mas Sony masih tergolong 'brondong' dong. Kalau Mbak udah kepala tiga lebih sedikit lagi. Udah tua Son." katanya manja.
"Tapi Mbak masih cantik dan sexy lho." kataku memuji.
"Ahh.. Mbak udah merasa tua kok Son." katanya.
"Tapi, Sony lihat Mbak masih montok lho, dan sorry ya Mbak." kataku menggoda.
"Ihh.. kamu nakal ya." katanya sambil menyubit pahaku.

Wow.., tadi nyubit tangan, sekarang paha. Ada peningkatan nih.

"Sony udah punya pacar belum? Pasti sudah ya, kamu kan cakep." katanya manja.
"Sony belum punya pacar Mbak. Sony masih perjaka lho." kataku.
"Apa..! Masih perjaka. Ahh.. yang bener. Masak sih..?" katanya.
"Bener Mbak. Swear deh. Emang kenapa sih Mbak..?" kataku.
"Nggak pa-pa, cuman Mbak nggak percaya kalau cowok seganteng kamu masih belum punya pacar dan hebatnya masih perjaka lagi. Nah.., Mbak jadi curiga nih." katanya.
"Curiga apaan Mbak..? Sony cowok normal kok. Kalau Mbak nggak percaya boleh ditest." kataku menantang.
"Baik. Entar kalau udah nyampe ya..!" katanya.

Wuihh.. bener-bener ada kemajuan pembaca. Dia mau ML samaku hi.. hi.. hi.

Lalu, setelah sampai, "Son. Mbak pingin kencing nih..! Dimana WC-nya..?" tanyanya.
"Sama Sony aja Mbak sekalian ngetes. Ok..?" kataku.
"Ya deh adik ganteng." katanya manja.

Sesampai di WC, Mbak Juliet melepaskan CD-nya, lalu duduk kencing di kloset. Sementara saya mengeluarkan si Junior dan kencing di sebelahnya.
"Wow.., punyamu boleh juga Son." katanya sambil melihat kemaluanku.

Setelah kencing cukup banyak, lalu penisku kucuci pakai air semprotan. Ternyata karena melihat paha mulus Mbak Juliet, airnya mengenai celanaku. Tanpa kusadari Mbak Juliet lalu mengambil toilet paper lalu jongkok membersihkan celana basahku. Sementara itu si Junior masih keluar dengan gagah, sekalian dikeringkan oleh tangan Mbak Juliet yang cekatan.

Terkena jemari mulus yang dingin itu, karuan saja si Junior langsung siaga kuning. Melihat itu, Mbak Juliet lalu tersenyum dan melirik ke arahku, lalu penisku yang mekar langsung saja dikulumnya. Terkena perubahan suhu begitu, si Junior langsung code red. Mulut Mbak Juliet terlalu kecil, jadi tidak mampu menampung keseluruhannya. Tapi lama-lama mulutnya dapat menampung setengahnya.

Mungkin karena melihat si Junior yang tegap, tinggi dan gagah, Mbak Juliet jadi sangat bernafsu. Lidahnya semangat sekali mengitari Juniorku sambil sesekali menggigit kantungku yang sudah mengeras. Sesekali disedotnya ujung penisku, lalu ditarik mulutnya sehingga berbunyi. Mulut mungil indahnya bagai vacum cleaner menyedot si Junior. Jemari halusnya menyelinap di antara celah pantatku dan sesekali menggenggam si Junior yang mulai berontak kena siksaan. Sementara itu aku yang memang terasa nikmat, hanya dapat mengelus-elus kepala dan mencengkeram rambut Mbak Juliet.

"Ahh.., Mbak, enak. Yahh..!" mendengar rintihanku dia tetap memasukkan Juniorku ke dalam mulutnya.
"Oohh.., terus Mbak..!" pintaku.
Sementara itu kepalanya menghisap Juniorku sampai keadaan dimana aku merasakan kejang dan penisku berdenyut-denyut sangat hebat sekali.
"Oohh.. Ohh.. Sony hampir keluar Mbak. Ohh..!" erangku.

Semakin ganas kepalanya maju-mundur. Dia semakin mempercepat kocokan dan sedotannya. Dan, Juniorku memuntahkan isinya di dalam mulut Mbak Juliet dan dengan bernafsu ditelannya muntahan sperma dan sisanya dijilatnya sampai bersih.
"Makasih ya Mbak." kataku.
"Sama-sama, Son. Tapi, Mbak masih belum yakin kamu bisa ngalahin Mbak." katanya dengan lembut.
"Jadi ceritanya Sony mau dites lagi nih..?" tanyaku.
"Ya ya ya. Dan sekarang kita mandi dulu biar segar dan kita ulangi lagi nanti ya di kamar." katanya.

Aku masih mengenakan handuk yang dililitkan ketika Mbak Juliet datang membawa segelas kopi susu hangat yang dibuatnya di dapurku dan memberikannya padaku.
"Son.., minum dulu ya Sayang. Biar tambah segar." katanya sambil menyodorkannya padaku.
Lalu, aku seruput kopi susu hangat itu dan, "Aahh.. enak sekali minuman bikinan Mbak. Wow.. pas susunya." kataku menggodanya.
"Idih. Kamu nakal deh..!" katanya sambil melompat ke arahku.

Kami berciuman kembali. Mbak Juliet tampak sangat menikmati ciumanku ini. Matanya terpejam dan napasnya mendesah serta bibirnya dengan lembut mengecup sambil sesekali menghisap bibir dan lidahku. Jari lentik Mbak Juliet itu mulai bergerak turun menyusup ke balik handukku menuju buah pantatku. Sementara penisku yang hanya ditutupi handuk kecil itu segera berdiri tegang. Bagian bawah kepala Juniorku langsung tergencet oleh perut Mbak Juliet yang langsung menyalurkan getaran-getaran kenikmatan ke seluruh urat syarafku.

Jari-jarinya mulai meraba kedua buah pantatku. Mula-mula rabaannya melingkar perlahan, tapi makin cepat, sampai akhirnya dengan suara mendesah diremas-remasnya dengan penuh nafsu. Aku mencium dan menjilati telinga dan leher Mbak Juliet, membuat tubuh janda cantik dan semok itu menggelinjang-gelinjang.
"Ohh.. Son. Geli ahh..!"

Kuturunkan bibirku dari kuping menelusuri leher, terus turun ke dada. Jari-jarinya pun terasa semakin keras meremas-remas pantatku. Seraya mengecupi areal dadanya, jariku membuka satu persatu kancing pakaiannya itu hingga terlihat belahan dadanya yang besar. Payudara itu menyembul dari balik baju mandinya, bentuknya menghadap ke atas dengan puting yang langsung mengarah ke wajahku. Amboi.. seksi habis deh. Tanpa membuang waktu, kulahap payudara itu dengan gemas, kusedot-sedot dan kujilati putingnya yang sudah menegang itu.

Tiba-tiba tangan kanan Mbak Juliet berputar ke arah depan. Dengan sekali sentak maka terjatuhlah penutup satu-satunya tubuhku itu. Kulirik cermin lemari, di sana terlihat badan tegapku yang bugil tengah menunduk menghisap buah dada wanita berbadan montok yang masih dibalut pakaian mandinya. Dari kaca riasnya kulihat Mbak Juliet mengalihkan tangan kanannya ke arah selangkanganku. Dan dalam sekejap, Juniorku sudah berada dalam genggamannya.

Dengan lembut dan penuh perasaan, ia mulai mengocok Juniorku ke atas ke bawah. Sesekali ia menghentikan kocokannya dan mengarahkan jempolnya ke urat yang terletak di bawah kepala si Junior.
"Aahh.. Mbaak. Aahh..!" aku hanya dapat mengerang keenakan seraya terus mengecup dan menjilati payudaranya.

Tiba-tiba Mbak Juliet mendorong tubuhku hingga terduduk di atas ranjang dan ia sendiri kemudian berlutut di hadapan selangkanganku. Ia menengadahkan kepalanya dan menatap mataku dengan pandangan penuh nafsu. Bersamaan dengan itu, ia menciumi kepala si Junior, kemudian menjilati lubang penisku yang sudah dipenuhi dengan cairan lengket berwarna bening.

Tiba-tiba ia memasukkan otongku ke dalam mulutnya dan aku merasakan kenikmatan yang tak terlukiskan. Mbak Juliet memasukkan dan mengeluarkan otongku didalam mulutnya dengan gerakan yang cepat sambil menggoyang-goyangkan lidahnya sehingga menggesek urat bawah kepala otongku itu.

"Aahh.. Ouuhh.. Mbak. Uuhh..!" erangku.
Aku hanya dapat terduduk sambil mengerang nikmat dan Mbak Juliet tampak begitu menikmati si Junior yang berada di dalam mulutnya sampai-sampai ia memejamkan matanya. Tangan kiriku kembali meremas-remas bauh dada Mbak Juliet, sedangkan tangan kananku menyentuh bagian bawah buah pantatnya.
"Mmh.. Mmh.. Emhh..!" rintihnya sambil terus mengulum si Junior ketika kuraba-raba vaginanya.
Mbak Juliet semakin memperkuat sedotannya sehingga memaksaku untuk semakin mengerang tidak karuan.

Seakan tidak mau kalah, kumasukkan tanganku ke selangkangannya dari arah perut dan dengan mudah jariku mencapai liang senggamanya yang sudah sangat basah itu. Dalam 2.. 3.. 4 detik jariku menyentuh sebuah daging sebesar kacang yang sudah menonjol keluar di bagian atas kemaluan Mbak Juliet. Jari tengah dan telunjukku segera mengocok kacangnya Mbak Juliet dengan cepat.
"Mmhh.. mmhh.. ahh.." Mbak Juliet melepaskan Juniorku dari mulutnya untuk berteriak histeris menikmati kocokanku di klitnya.

Bersambung...

Antara Yogya dan Pantai Sanur - 2

Cairan hangat mulai keluar dari lubang kenikmatannya yang hangat dan dengan aroma yang khas vagina perempuan, tapi ini lain entah aku tidak tahu lagi mau ngomong apa. Kuhisap, kutelan dengan segala perasaan nikmat yang tinggi dan dia menggelinjang hebat tatkala mulutku, bibirku menyedot habis ke arah lubang kenikmatan vaginanya dengan cengkeraman yang kuat kedua belah pahanya di kepalaku. Gerakannya berputar membuat posisi kami berdua benar-benar dalam keadaan "69 position" dengan dia di atas mengulum penisku dan aku di bawah menghirup, menjilat serta menghisap klitorisnya dengan kenikmatan yang edan.

"Aaahh.. mmff.. Dhityaa sayang.." teriak kecil suaranya bagaikan hendak menangis karena aku tahu pencapaian kenikmatan orgasmenya telah mendekati titik puncak dan "Maass.. akuu.. oohh.." inilah puncak orgasmenya, bibirku, mulutku, lidahku terasa kelu akibat cairan kental hangat memenuhi rongga vagina indah itu disertai jepitan hebat kedua pahanya yang putih, mulus dan montok itu, pinggulnya bergerak ke atas ke bawah dan diam sejenak. Sementara aku bergetar rasanya di ujung penisku yang berdenyut dan aku merasa ngilu yang hebat pada pangkal pahaku sehingga aku tidak tahan lagi.

"Mbaakk.. mmff.." aku tidak kuat menahan lagi. Kedua tanganku melingkar menahan pantatnya yang gempal dan kukecup labia mayora-nya sambil menyedot klitoris mungil itu dan pantatku terangkat ke atas menekankan penisku ke dalam mulut Mbak Evie dan, "Creett.." rasa nikmat dunia yang lain tidak dapat menyaingi apa yang sedang kualami, spermaku muncrat keluar beberapa kali (sampai terasa agak perih pada ujung lubang penisku) Masuk ke mulut sensual Mbak Evie-ku yang cantik, kami sama-sama diam mengejang kaku akibat orgasme bersama dalam permainan oral seks. Aku menjatuhkan pantatku disertai keluhan panjang, dan Mbak Evie berguling tertelentang setelah melepaskan penisku dari mulutnya yang sensual itu. Aku bangun perahan sambil bergeser mendekati wajahnya yang manis terlihat puas dengan mata agak tertutup, aku terus bergeser sampai kami berbaring bersebelahan. Completely naked a pair of man and woman.

"Mbaak.." aku menyapanya dengan lembut sambil mengusap pipinya. Dia membuka matanya dan menengok ke arahku sambil tersenyum manis.
"Oohh Dhitya sayang.. aku sayang kamu.. aku mau kamu peluk aku Dhiitt." jawabnya dengan lirih, langsung kupeluk dia dengan mesra dan dia pun membalas pelukanku dengan kecupan-kecupan lembut di bibirku dan terasa masih ada sisa spermaku sendiri di bibirnya. I don't care. Sejenak kami berpelukan dan akhirnya dia bangun terus menindih tubuhku sambil meletakkan kepalanya di dadaku.

"Dhitya sayang, mengapa kita baru bertemu sekarang yaa, aku seperti nggak merasa lebih tua dari kamu dan aku juga nggak merasa sudah punya anak dua ataupun sudah punya suami sejak apa yang terjadi di villa Cibodas dulu." kata-katanya meluncur dari mulutnya yang mungil itu sambil mengelus dadaku, kemudian diangkatnya kepalanya dan memandangku dengan manisnya serta tangannya sekarang memegang kedua belah pipiku, aku sendiri dari sejak orgasme sudah tidak bisa berkata banyak saking nikmatnya rasa tersebut.

"Aku mau kamu.. aku mau bercinta terus sama kamu.. aku mau sama kamu terus Dhitya sayang.. sikap kamu tidak seperti anak muda lainnya," desahnya dengan lembut.
Aku mencoba memperbaiki posisi tidurku dengan menambah bantal di bawah kepalaku dan sekarang aku dapat memandangnya, kupeluk dia sambil menariknya perlahan hingga wajah kami sekarang berhadapan berjarak kira-kira kurang dari 5 cm. Hidung kami bersentuhan lembut, aroma nafasnya yang harum tercium dengan nikmat di hidungku.

"Mbak Evie yang manis, aku juga sayang sama Mbak.. aku pernah punya pacar 5 tahun yang lalu Mbak dan aku juga sudah bercinta sama dia, tapi mungkin karena dia masih perawan pada waktu itu dan yah namanya juga masih SMP tapi kami akhirnya yaa.. bercinta.."
Sekonyong-konyong Mbak Evie sambil merenggut kepalaku hingga tertegak dalam cengkeramannya,"Kamu perwani dia Dhit.. iya kamu lakukan! Gila kamu!" sergahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sejenak aku jadi kikuk menghadapi tatapan matanya yang tajam tiba-tiba itu.
"I.iya Mbak.. habis kita berdua sudah kepingin banget waktu itu dan sudah kayak begini ini keadaannya.. kayak seperti kita ini lho Mbak." jawabku bingung kehabisan kata-kata.
Dia memandangku agak lama, sepertinya ada sesuatu yang hendak dikatakannya dan dia tersenyum perlahan dan akhirnya tertawa renyah tertahan.
"Oh Dhitya-ku yang manis, kamu memang benar-benar playboy cap rantang, dasar tukang urut keren, akhirnya bagaimana ceritamu itu.. berapa kali kamu bercinta dengan pacarmu itu." katanya disertai tepukan-tepukan halus di pipiku sambil menggigit-gigit kecil ujung hidungku.

Kuceritakan pengalamanku secara singkat sewaktu aku masih kuliah aktif di tingkat II sambil mengusap punggungnya yang halus serta sekali-sekali meremas pantatnya yang masih gempal itu dan Mbak Evie mendengarkan dengan penuh perhatian diselingi dengan tersenyum manis, menggelengkan kepala, mencubit hidungku juga sesekali menggoyangkan pinggulnya sehingga rambut vaginanya menggesek-gesek penisku hingga mulai tegang perlahan, sepertinya dia terangsang lagi mendengar kisahku bercinta dengan pacarku tadi. Kuakhiri cerita pengalamanku padanya sambil mengecup bibirnya yang indah, dibalasnya dengan ganas dan pinggulnya sekarang benar digoyangkan sedemikian rupa yang membuat penisku benar-benar naik darah lagi dan terasa mulai dijepit diantara bibir vaginanya yang hangat. Tanganku bergerilya ke susunya yang besar dan menggemaskan.

"Oooh Dhitya sayang, aku mau lagi, mau lagi bercinta sama kamu lagi.. aku mau burungmu berada di dalam vaginaku dengan hangat, sayang.. ayo kamu mau kan, nggak capek kan?" katanya manja dan disertai pagutan-pagutan yang mulai garang dan liar itu.
Tanpa banyak bicara kulayani kemauannya dengan membalas kecupannya, lidahku bermain dengan agak kasar di dalam mulutnya sementara dia tetap berada di atas tubuhku, vaginanya digosokkan ke penisku dengan agak kasar juga dengan harapanku terangsang. Memang aku sudah sangat terangsang.

"Dhitya.. oh Dhitya.. aku nggak tahan Sayang.. masukin burungmu sekarang.. sekarang!" jeritnya sendu sambil mengangkat pantatnya serta merta diarahkan ke penisku yang tegak 16 cm itu, dan aku pun memegang dan menempelkan pada lubang kenikmatannya dengan tangan kananku sementara tangan kiriku meremas susu dan putingnya yang mengeras dan nikmat terasa kami berdua waktu penisku amblas ke dalam vagina Mbak Evie yang terasa hangat dan basah serta licin itu.

"Ooohh Dhitya sayaangg, kamuu.. akuu.. puasi aku sayang!" kembali jeritnya tertahan sambil menggoyangkan pantatnya yang bulat dan gempal itu naik turun.. naik.. turun makin cepat.. makin cepat.. makin cepat dan terasa makin licin serta hangat, basah di penisku, denyut-denyut ngilu menggigit di kepala penisku menandakan tanda-tanda orgasme akan mencapai pada puncaknya. Aku mencoba bertahan sambil meremas lembut kedua susunya yang bergoyang dengan hebatnya seiring gerakan tubuh Mbak Evie yang makin liar dan garang itu di atas tubuhku. Tiba-tiba dia menjatuhkan tubuhnya ke atas tubuhku sambil menjepitkan kedua pahanya ke pinggangku dan otot-otot vagina perempuan cantik yang sedang memperkosaku ini menjepit serta mengurut penisku dengan kenikmatan luar biasa rasanya. Dia mencapai orgasme yang kesekian kalinya.

"Aaawww.." teriakku tanpa sadar karena terasa sakit dan pedih di dadaku sebelah kanan yang ternyata digigit oleh Mbak Evie yang mencapai puncak orgasme beberapa detik yang lalu."Ooohh.. nnggmmff, Dhitya sayang.. Dhiitt.." kembali suaranya seperti melolong, jepitan pahanya tidak mengendur dan terasa denyutan ototnya pun tidak berhenti beberapa saat, aku mulai tidak tahan dengan denyutan-denyutan di kepala penisku ini dengan rasa ngilu dan setengah memaksa kupeluk Mbak Evie dan kubalikkan badanku sehingga aku berada di atasnya dengan kedua belah kaki serta pahanya yang menggemaskan itu masih mengelilingi dan menjepit pinggangku. Aku menggenjot dan memompakan tubuhku, pantatku, dadaku dengan segala daya yang masih ada pada diriku saat itu, kuhujamkan habis-habisan penisku ke dalam vaginanya yang hangat dan nikmat sampai akhirnya, "Mbaakk.. aahh.. mmff.." aku mengerang dan spermaku lepas, mucrat, keluar dengan dahsyatnya di dalam lubang kenikmatan perempuan cantik, putih yang amat menggemaskan itu hingga perih terasa di ujung lubang penisku itu dan untuk kesekian kalinya aku sudah melupakan siapa aku, siapa wanita yang sedang kutiduri ini, di mana kami sedang berada, dalam rangka apa kami di sini, yang ada dalam benakku saat ini adalah nikmat bercinta, nikmat sanggama, enjoying Make Love tidak peduli dengan siapa.

Kami berpelukan dengan eratnya seolah-olah tidak akan dapat terpisahkan oleh apapun, tanpa sadar aku menyusupkan kepalaku sambil menciumi leher jenjang dan putih Mbak Evie, dia pun memeluk erat dan menciumi kepalaku dengan lembut.

Jepitan pahanya mengendur disertai keluhan panjang, kedua betis indah bagai padi bunting itupun terasa lepas dari pinggangku, elusan tangannya tetap membelai punggungku, sementara aku masih tertelungkup di atas tubuhnya seperti anak kecil takut ditinggal ibunya. Hancur rasanya semua sendi-sendi tulangku, habis rasanya semua cairan tubuhku dihisap oleh kekuatan magis tubuh Mbak Evie-ku yang cantik.

Aku bergerak mundur seolah-olah akan melepaskan pelukannya tapi Mbak Evie menahanku sambil berkata, "Jangan dilepas Sayang, aku ingin merasakan burungmu tetap ada disarangnya sampai aku merasa puas, Sayang.. kamu mau kan?" Mbak Evie berbisik di telingaku dengan mesra.
"Dhitya sayang, hey.. kenapa kamu Sayang.." lagi sapanya lembut sambil mengelus pipiku, aku tersadar dan mencoba bangun sambil memutar badanku ke kanan sehingga aku berada di sebelah kanan Mbak Evie dan dia mengikuti gerakanku sambil tetap memelukku seperti memeluk guling, guling hidup yang berpredikat tukang urut.
"Oooh Sayang, dadamu luka Sayang, kenapa? Oh gara-gara kugigit tadi yaa.. maaf.. maaf ya Sayang.. aduh kasihan, sakit yaa.. aduuh maafkan Mbak ya Sayang.. mmuah.." katanya penuh penyesalan sambil mengecup dadaku yang terluka itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Aku meringis menahan pedih sedikit waktu lidahnya yang tipis menyentuh luka di dadaku itu.

Kemudian sambil menyusupkan wajah serta kepalaku di dada yang membusung dan nikmat itu sambil menciumi puting coklat muda yang menjadi kegemaranku itu dan berkata, "Mbaak, aku juga sayang sama Mbak, tapi gimana dengan Mas Iwan dan adik-adik, Mbak?" jawabku dengan manja diselingi mengecup susunya yang montok persis seperti bayi minum ASI.
"Ah kamu nggak perlu mikirin soal itu, Mas Iwan cukup memberikan apa-apa yang kuminta untukku dan anak-anak. Aku juga akan tetap memperhatikan mereka.. sudah ah, nggak usah ngomongin yang begituan, sekarang aku hanya mau sama kamu, mau dekat kamu dan mau bercinta sama kamu, Sayang." katanya sambil menciumi kepalaku dengan lembut.
Malam itu kami bercinta dua kali lagi sampai seluruh persendianku mau lepas rasanya.

Kegiatan FFA berlangsung terus sampai ke Denpasar, Bali dan aku beserta rombongan termasuk Mas Echa, Mbak Ranti, Mbak Evie terbang ke sana. Acara penutupan seperti biasa dihadiri oleh seluruh negara peserta termasuk para aktor, aktris, sutradara, produser berlangsung meriah dihadiri oleh menteri penerangan saat itu Bpk A.M.(alm). Tugasku dapat kuselesaikan dengan baik dan menerima honor yang cukup lumayan untuk tambah-tambah uang ujian dan uang saku.

Hari-hari terakhir FFA di Bali kulalui bersama Mbak Evie dengan mesra, kami menginap di Sanur Beach Hotel sampai dengan malam penutupan FFA. Kami jalan-jalan mengendarai mobil sewaan yang banyak di sana, kemudian kami mencari penginapan sejenis home stay yang menurutku lebih santai dan tidak banyak aturan ataupun formalitas seperti di hotel-hotel berbintang, Mbak Evie menuruti apa permintaanku yang tentu saja aku juga sudah memperhitungkan bahwa hal-hal tersebut tidak akan menyusahkan dia.

Kami mendapatkan satu home stay berbentuk rumah panggung kira-kira 1 meter tingginya dari permukaan tanah yang agak terpisah dengan villa/bungalow/hotel lainnya tetapi cukup bersih, rapi dan jaraknya kira-kira 100 m dari pantai Sanur.

"Oh Dhitya sayang, kamu kok pinter cari tempat seperti ini.. sepi, tenang dan exotis." Dia berkata saat kami berdiri berhadapan bagaikan sepasang kekasih (memang kami sepasang kekasih kok) sambil memandangku di depan halaman tempat kami akan menginap untuk dua hari lagi, tangannya yang putih halus dengan nakalnya mengelus dadaku yang bidang dengan kancing baju terlepas sampai ke perutku, terus turun di balik celana pendek pantai yang baru saja kubeli dari hasil kerja part time, mengelus halus benda di pangkal pahaku yang mulai menegang akibat tangannya yang nakal itu. Aku melihat ke sekitar tempat tersebut, sepi dari lalu lalang orang desa maupun para turis lokal dan mancanegara.

Aku kembali menatapnya dengan tersenyum lembut, kukecup bibir sensualnya sambil tanganku juga bermain menyusup dan meremas susunya yang montok di balik baju casual-nya dengan kancing terbuka sampai ke bagian dada yang seperti kuceritakan sewaktu kami bertemu di Yogya. Dia mendesah merasakan remasan lembut tanganku di buah dadanya yang selalu menggairahkanku, kutuntun Mbak Evie dengan mesra tanpa melepaskan pelukan kami berdua serta tangan kami yang nakal tetap pada tempat kenikmatan masing-masing. Kami masuk ke dalam rumah, terus ke dalam kamar menuju kasur tertutup sprei berwarna biru muda lembut ukuran king size yang terhampar di lantai (kamar exotis tanpa tempat tidur konvensional).

Kembali kami berdiri berhadapan, saling memandang dengan mesra, kemudian dengan hati-hati dan perlahan kubuka kancing baju Mbak Evie yang tersisa 4 buah itu dan dia pun membuka kancing bajuku yang tersisa 2 buah itu, baju kami jatuh ke lantai, tubuhku telanjang sebatas perut diusapnya dengan lembut sambil menatapku dengan matanya yang hitam indah itu. Aku tidak tinggal diam, tanganku dengan hati-hati mencoba membuka BH putih tipis dengan renda halus yang berusaha menyangga buah dada yang besar, indah, putih serta montok seolah-olah akan keluar dari BH tersebut. Akhirnya terlepas sudah penyangga susu yang montok itu terlihat dengan indahnya bergantung lembut mencuat di dada Mbak Evie-ku yang manis. Tanganku menyentuh puting susunya yang berwarna coklat muda dan memilinnya dengan lembut.

"Oooh Dhitya.. Dhitya sayangku.. teruss, Sayang.. teruss.." desahnya berbisik sambil berusaha memelukku dan menempelkan kedua buah dadanya yang besar dan montok itu ke dadaku. Akhirnya kuhentikan permainan tanganku dan menyambut dekapan dadanya yang lembut dan amat menggemaskanku itu. Kepalanya menempel di dadaku sejenak, kemudian dia menengadah menatap ke arah wajahku sambil menyentuhkan dagunya yang lucu di dadaku dan tangannya melingkar di pinggangku, aku pun memeluknya dengan melingkarkan kedua tanganku ke lehernya yang jenjang dan putih itu.

"Mbak Evie sayang.. aku juga mau memperkosamu, now!" kataku sambil agak kasar membuka celana kulotnya serta menjatuhkannya ke lantai, sementara dia tetap memandangku dengan sikap acuh tak acuh dan tetap menempelkan dagunya di dadaku.
"Coba kalau kamu berani.. aku mau lihat keberanian serta kejantanan si tukang urut memperkosaku." jawabnya enteng sambil tersenyum, aku tersenyum juga dan mengangkat tanganku seperti orang menyerah.
"Iya deh, aku menyerah karena aku nggak bisa melakukan itu sama Mbak.." dan tangannya dengan cepat membuka celana pantaiku sekaligus CD-ku dan, "Tuing!" Penisku dipegang, diremas dengan lembut, kulepaskan CD-nya juga dan kami berdua sudah telanjang bulat. Tanganku meremas kembali mainan bayinya yang besar, montok, dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan serta membuat Birahi Tinggi bagiku.

Keluhannya terdengar panjang dan mendayu-dayu, kedua paha putihnya nan mulus merenggang mencoba agar vaginanya yang hangat itu menyentuh penisku yang sedang dipegangnya. "Dhitya sayang, aku mau make love yang lama ya hari ini sama kamu, yaa.." katanya dan dia menarikku dengan pelan, kami duduk di pinggir kasur sambil berpandangan mesra. Dengan lembut kurebahkan Mbak Evie dan kukecup keningnya, matanya yang hitam indah itu, pipi lembutnya, terus turun ke sudut bibirnya yang sensual, kugigit pelan bibir bawahnya disertai desahan serta tarikan nafasnya terdengar, "Mmmff.." pelukan tangannya di leherku, di kepalaku sambil mengusap punggungku. Dia membalas kecupanku dengan membalas menggigit kedua bibirku sehingga aku terdiam sejenak tidak bisa menggerakan kepalaku.

Bersambung...

Antara Yogya dan Pantai Sanur - 3

Dilepaskan bibirku dari gigitannya sambil memandangku tersenyum manis, kusentuh lagi bibirnya yang sensual itu, dia mencoba membalasnya, kuhindari dengan menciumi dagunya yang indah terus turun ke lehernya yang putih jenjang, turun lagi sampai di kedua susunya yang besar, montok dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan itu. Kukecup puting itu dengan lembut dan mesra.

"Aduuh Dhitya.. teruuss Sayang.. aduuh kamu gila! kamu gilaa!" erangnya nikmat.
Akupun menjadi bertambah nafsu menggumuli buah dadanya yang montok itu secara bergantian kukecup, kuciumi, kujilati, kuhisap dengan keras dan kugigit agak keras saking gemasnya.
"Aaawww.. pelan-pelan Sayang, tapi terus.. oohh.." sahutnya penuh gairah.
Mulutku bergerilya di susunya sampai basah keduanya oleh air liurku. Sementara tanganku menyusup diantara kedua pangkal pahanya yang telah direnggangkan sehingga tanganku, jariku bebas menyentuh, mengusap serta memasuki lubang vaginanya yang mulai basah oleh cairan putih kental dan harum khas itu. Jariku masih bermain di klitorisnya yang lembut dan tangan Mbak Evie mendorong kepalaku ke arah vaginanya, kuikuti kemauannya dan akhirnya kukecup, kujilat kugigit kecil klitoris mungil itu dan tersa cairan hangat meleleh pelan menyentuh bibirku, kujilat dan kuhisap tanpa berpikir panjang.

"Aaahh.. nnggmmff.. aduuhh Sayang aku mau mm.." jeritnya kecil sambil menjepit kepalaku dengan pahanya yang indah dan montok itu disertai renggutan tangannya di rambutku yang agak gondrong. Jepitan pahanya mengendur dan rambutku, dijambaknya pelan sambil menarikku ke arah dadanya yang menantang itu. Tiba-tiba dia bangun sambil memeluk leherku dan berbalik sehingga dia berada di atas tubuhku dan memandangku mesra.

"Kamu memang gila dan pintar membuat aku kewalahan, Sayang.. sekarang aku akan perkosa kamu sampai lemas, loyo.." katanya dengan garang. Mbak Evie memeluk leherku dan mulai menciumi bibirku yang masih basah dari sisa-sisa cairan hangat vaginanya, mulutnya yang mungil menjalar ke dadaku dan kecupan lembut halus menyentuh luka yang sudah mengering bekas gigitannya di Yogya dulu, secara refleks aku bergerak.
"Kenapa Sayang.. masih sakit yaa.. maafkan Mbak yaa.." Dia memandangku dengan menyesal penuh kekhawatiran, aku menggelengkan sambil tersenyum ringan.

Bibirnya kembali menyentuh puting susuku dan lidahnya yang tipis menjilati dan aku menggigil dan serasa lemas tidak berdaya karena ini termasuk bagian yang sensitif dari tubuhku bahkan aku pernah orgasme gara-gara putingku dikecup oleh salah seorang gadis yang pernah menjadi kekasihku semasa SMA dan kejadian ini terulang lagi dan kali ini oleh Mbak Evi-ku dengan segudang pengalaman bercinta, aduh mati aku!

Mulut, bibir serta lidah mungil itu terus menelusuri tubuhku sampai ke penisku yang sudah tegak 16 cm, tangannya dengan lembut mengusap dan meremas penisku itu, aku terpejam menikmati remasan tangan Mbak Evie serta tanganku secara tidak sadar ikut meremas pinggiran kasur dan ada perasaan ngilu pada lubang penisku dan makin hangat, makin hangat. Aku merasa penisku makin hangat dan kepalaku terasa berdenyut, kubuka mataku sambil memandang ke arah Mbak Evie. Dengan garangnya penisku sedang dijiilati dan dikulumnya dengan sikap birahi yang tinggi, sebentar-sebentar terdengar desahan nikmat keluar dari mulut dan hidungnya yang bangir itu. Sang '16 cm'-ku sudah keras rasanya seperti kayu.

Dia bangkit dan merayap di atas tubuhku dan aku pun mengulurkan kedua tanganku menyambutnya dalam pelukan mesra.
"Ooohh Dhitya sayang, sekarang.. sekarang Dhiitt.. now pleaase.." dia berkata dengan suara bergetar dan diangkat pantatnya sehingga rambut hitam lebat yang menutupi vagina terlihat dan aku mengarahkan penisku sambil menyibakkan rambut-rambut itu dan amblas penisku ke dalam lubang kenikmatan Mbak Evie yang langsung terasa hangat dan berdenyut-denyut akibat dari gerakan otot vaginanya disertai teriakan kecilnya, "Aduuhh.. Maass!"

Mbak Evie menjatuhkan tubuhnya yang montok ke atas tubuhku dan susunya yang besar menekan dadaku dengan lembut membuatku bertambah ngilu dan merinding nikmat. Pinggul, pantat yang bulat gempal itu digerakkannya dengan garang serta buas seakan-akan mau menghancurlumatkan penisku yang dijepit diantara celah bibir dan lubang vaginanya sambil mengerang, "Aahh.." mendesah, "Mmmff.." menjerit kecil, "Nnngg.."

Sekali-sekali kecupan bibirnya dengan liar mengunci bibirku dengan lidah tipisnya yang menelusuri lidahku serta kedua tangannya memeluk kepalaku dan sekaligus mencengkeram rambutku. Aku sendiri rasanya tidak bisa kontrol dengan tanganku yang sebentar-sebentar meremas pantatnya yang bulat gempal dan juga kadang-kadang naik untuk meremas rambut panjangnya yang tak pernah lepas dari model kepang satu itu.

Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya sambil memandangku sejenak dan perubahan air mukanya yang sambil menggigit bibir bawahnya dia menekankan vaginanya sehingga penisku habis tertelan olehnya disertai jepitan paha pada pinggulku dan jeritannya yang beberapa saat keluar dari mulut yang mungil itu dengan cepat kututup dengan tanganku karena kalau tidak akan terdengar keluar dan, "We are dead!"

Mbak Evie menjatuhkan kembali kepalanya di dadaku sementara rasa ngilu di ujung kepala penisku makin bertambah dan dengan kasar kubalikkan badanku sehingga aku berada di atas tubuhnya, segera aku pun menggerakkan pantatku naik turun dengan irama cepat serta putaran pinggulku yang ikut menjadi kasar dan garang.

"Oohh.. oohh.. aahh.. Mbaakk, akuu.. akuu.." sambil memeluk dadanya.
"Iyaa.. oohh.. iyaa Sayangg.. iyaa aahh!" sergahnya, desahannya dan akhirnya kami saling merengkuh, saling berpagut bibir dengan buas, jepitan pahanya mengeras, pahaku meregang dan, "Srroott.." spermaku, cairan nikmatnya saling keluar membasahi penisku dan lubang vaginanya.Rasanya lama kami berpelukan menikmati luar biasa Together Orgasme. Nafasku dan dan nafas Mbak Evie yang cantik terdengar tersengal-sengal beberapa saat. Luar biasa kali ini kami bermain cinta, hari masih pagi kira-kira jam 09:00, di tempat yang agak sepi lebih kurang 100 m dari pantai Sanur, hampir 1 jam aku bercinta dengan Mbak Evie dan kami bebas serta jauh dari semua orang yang kami kenal selama ini.

Aku bergerak ingin melepaskan tindihan tubuhku dari tubuh Mbak Evie tapi begitu aku memutarkan tubuhku dia memelukku dengan kaki yang dilingkarkan ke pinggangku seraya berkata, "Ngg.. jangan dilepas, jangaann.. aku nggak mau dilepas Dhit, biarkan kayak begini.. aku masih mau burungmu di dalam sarangku yang lamaa sekali.."
"Aku lemes banget Mbak.. dan lapar sekali, hanya telor setengah matang kan yang aku makan tadi pagi sebelum mengantar Mas sama Mbak Ranti ke airport." jawabku sambil mengelus puting coklat muda kegemaranku.
"Salah sendiri.. siapa suruh nggak sarapan.. rasakan akibatnya." celotehnya manja sambil menyusupkan wajahnya di dadaku.
Aku tersenyum sambil berbisik halus di telinganya, "Mbak Sayang, Dhitya tukang urut, playboy cap rantang.. lapaarr Mbak." Sambil meniup halus kupingnya, Mbak Evie menggelinjang dan mengangkat wajahnya sambil tertawa renyah, dia mengecup bibirku lembut dan mengusap pipiku mesra.
"Iya deh.. kita mandi dan cari makanan yaa, yuuk!" katanya seraya melepaskan pelukannya dan burungku keluar dari sarangnya.
Kami mandi membersihkan diri, saling menyabuni tubuh kami, saling siram menyiram dengan santai dan mesra. Hari itu kami berdua lewatkan dengan makan dan minum, jalan-jalan di pantai bergandengan tangan dengan sikap mesra dan masa bodoh dengan orangan-omongan di sekitar kami, tidur berpelukan sampai sore hari.

Malam hari kami makan di restaurant yang terdekat kemudian pulang sambil menyusuri pantai sampai dekat home stay, dia menahan langkah.
"Sayang.. kita berenang yuuk.." katanya sambil memandang ke arah laut kemudian menoleh ke arahku dengan senyumnya yang manis.
Aku termenung sejenak memikirkan sesuatu sambil membalas tatapan mata hitam yang indah itu.
"Oke.. tapi dengan syarat.." jawabku sambil memandang dan memegang kedua lengannya itu.
"Apa syaratnya Dhiet?" katanya lagi dengan wajah bertanya-tanya.
Tanpa menjawab kugandeng tangannya dan kami berjalan menuju villa.
"Apa dong syaratnya, Sayang.. ayo jawab." katanya lagi sambil menggoyangkan tangannya yang kucekal lembut dengan suara penasaran. Aku tetap tidak memberikan jawaban tapi tersenyum sambil berjalan memandanginya menuntun ke arah villa.

Kami kembali keluar villa dengan masing-masing membawa handuk besar dan lebar, aku mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong dan Mbak Evie juga mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong dan kaos tanpa lengan yang plong juga, sambil bergandengan tangan kami berjalan berpelukan pinggang menuju pantai. Handuk kutebarkan berdampingan sebagai alas duduk/tidur, pantai Sanur di bagian kami tinggal telihat dan terasa sepi dari pengunjung, ada satu dua turis bule lalu lalang dan seperti biasa mereka acuh tak acuh dengan keadaan sekitarnya.

Malam yang indah dengan langit terang berbintang, kami berdua berenang dengan baju lengkap seperti yang kuceritakan di atas, berendam, saling menyiramkan air ke tubuh dan wajah masing-masing. Kutangkap tubuhnya yang menggemaskan dan kutarik ke tempat yang agak dangkal sehingga air hanya sebatas pantat kami, di bawah langit yang bersih serta bintang-bintang menyinari keremangan laut dan pantai, kami saling pandang dengan mesra, terlihat dalam keremangan itu Mbak Evie dengan rambut dilepas tergerai basah, wajahnya yang bersih dari segala macam make up, polos tapi tetap cantik, kaos tanpa lengan basah memperlihatkan lengannya padat menempel rapat ke tubuhnya yang indah, montok dan buah dada yang besar serta puting yang tercetak jelas pada bagian depan kaos yang dikenakannya karena dia tidak mengenakan BH serta celana pantai tipis yang menekan rapat pantatnya, pangkal pahanya menonjol jelas karena dia juga tidak mengenakan CD, itulah yang kumaksud dengan plong! dan itu yang menjadikan Syarat yang kuutarakan kepadanya waktu kami berjalan menuju villa.

Aku tertegun sejenak dan penisku mulai tegak dan jelas terlihat, tercetak di balik celana pantaiku yang plong karena aku juga tidak memakai CD, cukup fair dan cukup membangun birahiku dan juga Mbak Evie, aku yakin. Gila benar, aku tidak tahan dan memeluk pinggangnya.

"Mbak.. cantik sekali deh, Mbak.. aku rasanya nggak mau pisah sama Mbak." kataku lembut sambil mengeratkan pelukanku.
"Iya Sayang.. aku juga nggak mau pisah sama kamu, aku mau kamu menemaniku teruus." jawabnya sambil memandangku.
Perlahan wajah kami saling mendekat dan tanpa menunggu reaksinya yang lain kukecup bibir sensual itu, dibalasnya dengan memainkan lidahnya yang pernah membuatku tersengal-sengal di hotel di Yogya sambil tangannya mengusap dan meremas penisku di balik celana pantai yang tipis. Buah dadanya yang besar dan menggemaskan menempel lembut di balik kaos tanpa lengan tipis karena basah, aku tidak tahan, seluruh badanku gemetar saat berpelukan dengan Mbak Evie dalam keadaan basah seperti ini. Gila! aku merasa terangsang hebat dengan kondisi tubuh indah Mbak Evie dalam keadaan ini.

"Mbaak.. aku mau.. aku nggak tahan Mbaakk.. oohh!" kulepaskan kecupan bibirku dari bibirnya yang sensual dan memeluknya erat sementara tangannya dengan lembut dan mesra terus meremas membelai penisku yang mulai terasa ngilu di bagian kepalanya.
"Iya Sayang.. aku juga mau sekarang Dhiiett..!" bisiknya di telingaku dengan desahan yang menggemaskan.

Kembali kukecup bibirnya yang sensual sambil menariknya ke arah pantai pasir putih yang hanya berjarak 10 m dari tempat kami berdiri. Kurebahkan tubuhnya di atas handuk yang sudah kami tebarkan di atas pasir, kupandangi matanya lembut dan kukecup bibirnya dengan sedikit kasar. Aku tidak tahan, tanganku meremas buah dadanya yang besar dan kenyal itu tanpa membuka kaos tipis basahnya, dia memegang kedua belah pipiku sambil membalas kecupan garang dariku. Tanganku turun terus mengusap pahanya sambil mencoba menaikkan celana pantainya yang memang seperti rok itu dan tanganku menyentuh rambut lebat vaginanya yang tidak memakai CD seperti yang kuceritakan di atas. Kuusap belahan bibir hangat dan akhirnya klitorisnya yang mungil dengan lembut tapi dengan penuh nafsu.

"Ooohh Dhitya sayang.. teruuss.. aahh.." desahnya lembut sambil memeluk dan mengelus rambutku yang basah.
"Mbaakk, sekarang Mbaakk, aku nggak tahan lagi Mbaak!" kataku kehilangan kontrol.
"Iyaa Sayaang, aku mauu sekaraanngg.. ayoo.." katanya sambil membuka kedua pahanya.
Kuturunkan celana pantaiku dan penisku tegang 16 cm! Kemudian dengan nafas agak tersengal-sengal kuangkat kaki celananya yang memang longgar seperti rok itu dan kuarahkan penisku ke lubang vaginanya dengan perasaan sebab di pinggir pantai itu agak gelap hanya keremangan cahaya bintang saja yang ada.

"Ooohh Sayang.. ayoo masukkan burungmu itu cepaatt.. aku nggak tahan lagii.." erangnya sambil mencoba menekan pantatku seraya membuka pahanya lebih lebar dan amblas penisku ke dalam lubang vaginanya yang hangat dan terasa rambutnya yang basah menempel di perutku. Dia mendesah nikmat di balik kecupan buas bibirku yang sudah hilang kontrol. Edan! kami bercinta dengan dahsyat di pantai pasir Sanur, malam hari dibawah cahaya bintang-bintang, dengan badan basah asin air laut, tanpa melepas celana masing-masing. Penisku masuk lewat salah satu kaki celananya tanpa dibuka, turun naik di dalam vaginanya yang hangat tanpa halangan apapun. Goyangan pinggul dan pantatnya yang membuat penisku terasa diurut oleh super otot dengan kuatnya. Aku mencoba meremas buah dadanya yang besar dan montok itu yang masih tertutup kaos tipis dengan putingnya terasa mengeras. Tiba-tiba kegilaanku muncul sesaat, kucengkram kaos tipis tanpa lengan dan dengan sekali sentak (sentakan tukang urut man!) "Breett..", robek dan muncullah pemandangan yang menggemaskanku, payudara, buah dada, susu Mbak Evie dengan puting yang menggairahkan langsung kujilati, kuhisap, kugigit-gigit dengan nafsu birahi tinggi dan gemas, sambil tetap menggenjot vaginanya dengan irama yang berubah-ubah diselingi oleh desahan-desahan nikmat Mbak Evie. "Ooohh.. aahh.. mmff.. Dhiieet.. ohh.. oohh.. teruuss sayaang!"

Entah berapa lama kami bersenggama dengan posisi lotus itu (menurut KAMASUTRA) dengan segala gerakan yang berusaha memuaskan diri masing-masing. Aku merasa badanku ngilu, bergetar hebat, kedua kakinya dilingkarkan ke pinggangku dan mulai terasa menjepit dan penisku terasa dijepit otot-otot vaginanya dengan kuat disertai desahan-desahan keluar dari mulutnya sanbil menciumi ubun-ubunku karena aku sedang menyusu bagaikan bayi minum ASI yang segar dan penuh air susu itu.

"Mmmff.. oohh, Dhiieett.. oohh.." erangnya dan aku merasa akan mencapai klimaks tidak lama lagi, kulepaskan kedua puting susunya dan kembali kukecup bibirnya yang sensual dengan ganas sampai nafasnya tersengal-sengal.
"Mbaakk.. aku nggak tahaann, Mbaakk.." jeritku tertahan sambil menyusupkan kepalaku di lehernya yang putih jenjang. Mbak Evie memelukku dengan hangat dengan kedua tangannya sambil mengecup kepalaku.

Tiba-tiba jepitan kedua belah pahanya menguat menjepit pinggangku disertai cengkraman tangan dan jari-jarinya di leherku, di kepalaku, di rambutku yang agak gondrong dan basah itu dan, "Aaahh.. Dhiieett.. akuu.." jeritnya tertahan, penisku terasa ngilu, hangat, basah dan berdenyut. Mbak Evie-ku yang manis mencapai orgasme dan beberapa saat kemudian terasa perih di lubang penisku dan, "Crroott.. crroott.. croott.." entah berapa banyak spermaku juga cairan kenikmatan Mbak Evie saling menyemprot di dalam vaginanya yang gila benar nikmatnya. Kami berpagut dengan ketatnya seolah tidak akan terlepas selamanya.

Gila! Edan! Nikmat! Orgasme bersama di tepi pantai Sanur, dibawah keremangan cahaya beribu bintang. Aku, pemuda lajang berumur 27 tahun bersama Mbak Evie, wanita ibu rumah tangga berumur 38 tahun bercinta dengan kegilaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata yang jauh dari semua orang yang kami kenal dan kami cintai sebelum kami bertemu.

Sejenak kami masih belum saling melepaskan pelukan kami masing-masing, kami masih menikmati kebersamaan kami tanpa memikirkan di mana kami berada, pakaian basah kami yang masih melekat atau entahlah. Aku bergeser melepaskan diri, penisku masih tegang segera kunaikkan kembali celana pantai yang masih basah menutupinya dan berbaring memejamkan mata di sebelah Mbak Evie yang juga berputar menghadap ke arahku sambil berusaha menutupi payudaranya, buah dadanya, susunya yang sudah menjadi milikku setiap kali kami bercinta itu dengan mencoba menarik kaosnya yang robek.

"Dhitya sayang.. aku cinta kamu.. aku.." katanya pelan dengan sebelah tangannya dia mengusap bibirku sementara aku masih memejamkan mata mencoba menikmati apa saja yang baru terjadi dengan diriku. Sambil masih terpejam mataku, kuraih tangannya yang lembut itu, kukecup pelan, aku berputar menghadapnya dan membuka mataku memandangnya sambil tersenyum.

"Mbak Evie yang manis, mari kita jalin hubungan kasih ini tanpa meninggalkan orang-orang yang kita cintai sebelum kita berdua bertemu, Oke Mbak?" sahutku lembut sambil tetap menggenggam tangannya, dia mengangguk lembut juga sambil tersenyum sementara tangan yang satu tetap memegang ujung kaosnya untuk menutupi itu, payudara indahnya. Aku bangkit sambil membereskan alas handuk kami, dia masih terduduk memandangku dengan sayu, kuulurkan tanganku yang segera disambutnya, kutarik perlahan dan dia berdiri. Kututupi tubuh yang basah itu dengan handukku dan sambil berjalan menuju villa kami berpelukan di mana kepalanya disenderkan ke dadaku.

Malam berikutnya kami lewati dengan menikmati jalan-jalan, belanja oleh-oleh untuk Cempaka dan Melati, kedua puteri Mbak Evie, makan, medengarkan musik di beberapa pub/kafe kemudian pulang dan bercinta, bercinta dan bercinta seolah tiada habisnya.

Kesokan hari kami kembali ke Jakarta, dan seperti biasa aku laporan sama Mas Echa dan Mbak Ranti tentang apa yang diminta Mas Echa selama aku menemani Mbak Evie dan tentu saja 'Petualangan Bercinta' kami berdua tidak pernah keluar dari mulutku or I'M DEAD MAN.Hubunganku dengan Mbak Evie berlanjut sampai dengan tahun 1980 dalam konteks pembuatan film bersama Mas Echa dan juga hubungan 'Istimewa'.

Setelah aku lulus berkat bantuan Mas Echa sekeluarga, aku bekerja di bidang perminyakan. Dan perpisahan yang tak terelakkan dengan Mbak Evie karena Mas Irawan mendapat tugas dari perusahaannya ke Jepang selama 3 tahun yang mana mereka bermukim di sana lebih dari 3 tahun. Hubungan kami terputus total, tidak ada surat menyurat, telepon maupun komunikasi lainnya. Salah satu pengalaman yang amat berkesan bagiku, Mbak Evie.. oh Mbak Evie!

TAMAT