Home » » Kisahku

Kisahku

Kisahku ini terjadi sekitar tahun 1992. Pada saat itu aku baru tinggal setahun di Pulau Jawa setelah menamatkan SMA-ku di kota M. Karena masih menganggur, aku terkadang tinggal di rumah pamanku yang duda di daerah Jakarta Selatan, atau terkadang main beberapa hari di rumah pamanku yang adik bapakku langsung di daerah Tangerang. Suasana didaerah Tangerang ini membuatku sering menginap beberapa hari. Hal ini dikarenakan situasinya yang nyaman dan jauh dari kebisingan kota. Disamping itu, karena pamanku merupakan supervisor salah satu pabrik dikawasan itu, pemandangan lainnya adalah para karyawati-karyawati pabrik yang suka lalu lalang didepan rumah panku tersebut, yang kebetulan letaknya tidak berjauhan dengan pabrik dimana dia bekerja.

Pamanku mendiami sebuah rumah kontrakan yang berupa petakan yang hanya terdiri dari satu ruang. Walau rumah kontrakan tersebut tidak terlalu kecil, ruangannya hanya memuat satu tempat tidur berukuran king size yang digunakan paman dan istrinya. Paman menikahi seorang janda yang dicerai dan memiliki empat anak dari suami sebelumnya. Aku memanggilnya tante Oni. Dia berumur kira-kira tiga puluh lima tahun pada saat itu. Dia mempunyai beberapa orang adik wanita yang suka main ke rumah kontrakannya tersebut. Adik-adiknya adalah Sari dan Wirda. Sari sekolah pada salah satu SMU didaerah itu dan menduduki kelas 2 pada waktu itu. Orangnya agak gemuk dan tidak cantik. Sedang Wirda, dia baru berumur 11 tahun pada waktu itu. Wirda ini jauh lebih manis ketimbang kakaknya. Walau dia masih sangat muda, tubuhnya boleh dibilang sangat sensual. Keistimewaan yang tampak nyata pada diri Wirda adalah buah dada yang termasuk besar untuk gadis seusianya, serta pantat yang aduhai disamping kulit putih bersih seperti layaknya gadis-gadis sunda lainnya.

Sebenarnya rumah orang tua tante Oni ini tidak berjauhan dengan kontrakan paman. Dan rumah yang didiami oleh paman adalah salah satu dari beberapa rumah kontrakan milik orang tua tante Oni, tapi tentu saja mereka tidak harus membayar biaya kontrakan tiap bulannya.

Aku teringat sekali awal kejadian tersebut kira-kira bulan Juni atau Juli. Sebagai salah satu orang kepercayaan bosnya, paman sering ditugaskan untuk pergi ke Jawa Tengah atau kota-kota lainnya dalam rangka membeli barang atau untuk keperluan pameran. Pada suatu ketika, paman diberi tugas untuk mengawasi pameran disalah satu kota di Eropa. Keberangkatan paman kali ini pasti akan lebih lama dari biasanya. Makanya dia memintaku untuk tinggal beberapa hari dirumahnya selama dia berada di Eropa. Tante Oni memang tidak ikut serta. Karena situasi rumah yang sedemikian, paman mungkin merasa tidak enak juga untuk membiarkanku tinggal bersama istri dan anaknya yang masih kecil. Dia bilang tidak enak dengan orang sekitar. Makanya dia juga meminta adik-adik tante Oni, Sari dan Wirda, untuk ikut menemani kakak mereka. Sehingga, jika malam hari, selama paman tidak ada, yang tidur disitu adalah Tante Oni dan anaknya, mereka berdua menggunakan tempat tidur satu-satunya tersebut, aku, Sari dan Wirda yang berbarengan dan berbaris tidur di lantai yang dilapisi karpet.

Beberapa hari berlalu tanpa kejadian yang istimewa. Tapi mungkin dikarenakan Tante Oni setelah ditinggal beberapa oleh sang suami, kebutuhan "arus bawah"-nya lama tidak terpenuhi. Dia terkadang kuperhatikan pada malam hari suka merasa resah dan gelisah. Terkadang ketika larut malam, dia suka mengigau dan mendesah. Aku tak tau apa mimpi yang sedang dialaminya. Namun terus terang aku merasa terganggu juga. Apalagi jika aku terpaksa harus ke kamar mandi pada malam hari karena kebelet kencing dan aku harus bangkit. Pemandangan Tante Oni yang sedang terlelap tidur di kasurnya suka membuatku pusing. Dia biasanya suka ketiduran dan langsung lelap tanpa mengganti pakaian yang dikenakannya. Sehingga dia suka tertidur dengan rok yang dipakainya, dan ketika tidur rok tersebut suka tersingkap hingga ke pangkal pahanya yang putih dan halus tersebut. Bahkan sering tersingkap hingga mempertontonkan onggokan yang dibungkus dengan celana dalam katun berwarna terang. Tante Oni seakan begitu bangganya memperlihatkan "bukit surga" miliknya walau masih terbungkus, dan menantang diriku untuk mengetahui seberani apa dan sejauh apa yang dapat aku lakukan terhadap dirinya.

Dan tentu saja aku tidak berani berpikir lebih jauh lagi, walau fantasiku sudah sedemikian liarnya. Aku masih sehat untuk berfikir bahwa ada beberapa alasan yang membuatku tidak mungkin melakukan lebih. Pertama, dia adalah istri pamanku. Aku belum bisa membayangkan, jika seandainya pun aku bisa menyetubuhinya, aku berhasil memasukkan penisku kedalam vaginanya, dimana vagina tersebut juga digunakan oleh paman kandungku sendiri. Wah..wah.. Aku berbagi vagina dengan pamanku.Jangan ah. Masih banyak kok vagina-vagina yang lain. Kedua, adalah situasi rumah yang tidak berkamar ini akan sangat mungkin membuat Sari dan Wirda terbangun karena bunyi-bunyi aneh nantinya yang tercipta antara perpaduan derit tempat tidur yang tepat berada diatas mereka dan bunyi desahan dan teriakan kakaknya yang lagi di-entot olehku. Kemudian kemungkinan mereka tertegun, kalau tidak berteriak, ketika seandainya mereka menemukan diriku lagi menunggangi kakak mereka. Wah, bisa runyam, pikirku.

Akhirnya aku selesaikan saja dengan bermasturbasi di dapur sambil mengintip ke dalam ruangan dimana dia berbaring mengangkang dengan paha terbuka lebar mempertontonkan pemandangan yang menakjubkan tersebut. Aku akan percepat kocokanku dipenis sambil mataku terus melotot memperhatikan satu titik yang berada diantara dua paha tante Oni, dan membayangkan penisku menusuk dalam kerelung-relung gelap yang basah divagina Tante Oni. Setelah beberapa semprotan sperma, aku lalu memuju kamar mandi dan membersihkan diriku dan kembali tertidur.

Pemandangan yag tak kalah hebatnya juga terkadang kuperoleh dari dua gadis yang tidur bersebelahan disampingku. Mereka memang lebih tertib. Mereka biasanya tidur mengenakan rok celana atau kain sarung, Namun terkadang Wirda, yang biasanya tidur tepat di sebelahku, suka memakai rok yang walau agak lebih panjang namun suka tersingkap hingga membuka pahanya yang putih dan sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus. Kelihatan begitu seksi dan merangsang kejantananku.

Dan sampai kejadian suatu hari, tepatnya pada waktu senja sehabis magrib. Aku memasuki rumah setelah bosan dan lelah ngobrol dengan beberapa anak karyawan yang tinggal dirumah petakan sebelah. Kulihat Tante Oni, telah berbaring sendirian sambil membaca sebuah majalah wanita. Kulihat dia dengah asyik membaca hingga tidak begitu sadar ketika pintu kubuka. Kulihat dia hanya sendirian. Biasanya Sari dan Wirda baru datang seputaran jam sepuluh untuk langsung tidur.Dan aku juga tidak melihat Fahmi, anaknya yang masih berumur empat tahun. Mungkin dia masih bermain ditempat neneknya bersama tante-tantenya. Aku agak berdesir ketika kulihat dia berbaring dengan kaki terbuka hingga memperlihatkan pangkal pahanya yang mulus putih sampai celana dalamnya yang berwarna merah jambu mengintip dan menggodaku. Aku berdehem sedikit bermaksud memberitahu kehadiranku. Dan dia lalu menurunkan majalah yang menutupi wajahnya.

"Eh..Toni", serunya pendek. Aku mengangguk dan tersenyum kecil.Tapi dia tidak segera membenarkan posisinya tersebut. Entah dia belum sadar atau memang sengaja. Aku nggak tau. Malah dia melihat dan memperhatikan langkahku. Aku bisa mengetahuinya dari ekor mataku. Merasa dilihat dan diperhatikan. Aku kembali menoleh pandangan kearahnya, walau dalam keadaan hati dan jantung yang berdebar. Aku juga nggak ngerti kenapa aku menolehkan pandanganku kembali. Mungkin secara bawah sadar instingku ingin bertanya apa maunya Tanteku itu. Apakah dia sengaja memancingku dengan posisinya tersebut, dan berharap aku mengerti dengan pandangannya yang cukup lama, untuk mengatakan betapa lamanya sudah vaginanya ingin ditoblos dengan zakar. Karena menunggu suaminya yang cukup lama sudah meninggalkan dirinya, dia berharap keponakan suaminya mau meminjamkan kontolnya untuk dapat mengisi kebutuhan vaginanya yang sudah lama berdenyut karena tidak diisi oleh batang zakar.

Ketika pandangan kami bertemu, dia tersenyum aneh, senyum palin aneh yang pernah kulihat darinya. Aku agak ragu membalas seyum tersebut. Aku takut, ragu dan bingung bercampur aduk. Kalau ditanya hasratku, aku sudah berfantasi habis tentang diri Tanteku ini. Apalagi kalo ditanya penisku, seandainya dia bisa bicara dia akan berkata, "Ayo dong majikanku, biarkan aku masuk ke vagina Tantemu itu". Tapi terkadang keinginan penis dan pertimbangan otak selalu tidak sinkron. Makanya, aku ragu kalau senyumanku nanti akan diartikan lain. Aku sangat takut dan kikuk waktu itu.

Mungkin karena aku tidak memberikan reaksi apa-apa, Tante akhirnya bangun sembari membenarkan posisi nya. Sialan, pikirku. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa-apa. Akhirnya kami terdiam dan sibuk sambil tenggelam dalam kegiatan kami masing-masing. Aku juga mencari kesibukan dengan membaca majalah yang sebenarnya sudah aku baca. Hingga akhirnya ketika sudah agak larut, Wirda dan Sari juga sudah datang. Mereka kelihatan sudah capek dan bersiap-siap untuk tidur.

Aku sampai jam dua belas belum bisa memejamkan mataku. Masih teringat perisitiwa tadi dan masih berkecamuk pertentangan didalam diriku. Dan celakanya aku sudah terlanjur sangat terangsang dengan fantasiku. Hingga aku berfikir untuk menyelesaikan masalah ini seperti biasanya, dengan cara paling aman dan paling murah, masturbasi. Ketika aku beranjak bangun, kuperhatikan sekelilingku yang sangat senyap. Kulihat Wirda yang malam itu memakai rok pendek diatas lutut. Sementara Sari mengenakan celana Hawaii pendek hingga mempertontonkan pahanya yang tak kalah mulus dengan paha kedua saudara wanitanya itu. Kenapa malam ini wanita-wanita dirumah ini sangat menggoda birahiku.

Aku jadi urung menuju dapur untuk melaksanakan hajatku. Lebih baik aku mencoba hal lain malam ini. Dan yang pasti itu bukan dengan Tante Oni. Itu sangat beresiko dan berbahaya. Aku memperhatikan wajah Wirda, lalu tatapanku berpindah menjelajah tubuhnya dari mulai leher hingga kaki. Posisi kami memang tidak berjauhan. Kusentuh sedikit kulit wajahnya, kucubit dia perlahan untuk memastikan dia sudah benar-benar terlelap. Lalu kurapatkan posisiku ke arahnya sambil tetap berbaring. Posisinya menelentang pada waktu itu, kugeser wajahnya hingga menghadapku. Kucium bibirnya yang sensual. Masih tidak memberikan rekasi apa-apa. Lalu kupegang dan kuraba pelan payudaranya yang padat tersebut. Dia juga masih terlelap pulas. Benar-benar kayak kebo nih cewek kalo lagi tidur, pikirku.

Lalu dengan hati-hati dan pelan-pelan, aku mengangkat roknya keatas. Terpampanglah pemandangan yang sangat menggairahkan. Gundukan yang mencembung yang dibungkus dengan celana dalam warna krem. Ditengah-tengah gundukan itu terlihat belahan yang sangat menggiurkan. Aku mengusap gundukan tersebut. Terdengar desahan halus. Aku kaget dan menghentikan usahaku. Hanya desahan itu saja, Wirda kembali terlelap seperti bayi. Aku berusaha tidak bangkit, karena ini akan membahayakan. Lalu kugulir badannya hingga dia dengan posisi membelakangiku. Bongkahan pantatnya yang aduhai itu benar-benar fantastis, pikirku. Aku membuka celah diantara celana dalamnya dan mengusap-usap daging empuk diantara dua paha tersebut. Lalu tanganku mencari-cari biji kacang mungil yang kita kenal dengan klitoris dan mengusap-usap dengan pelan.

Tanganku turun kebawah dan mencari liang vagina yang ternyata susah sekali untuk dimasukin karena pasti Wirda masih perawan dan vaginanya belum pernah disentuh oleh tangan selain tangannya, apalagi dimasuki oleh kontol. Kuusap pelan liang tersebut dan semakin lama semakin basah oleh lendir vaginanya. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku memang selalu mengenakan sarung bila tidur, dan ini sangat membantu malam ini. Kutarik celana dalamku kebawah lalu ku angkat sarungku. Penisku sudah mengeras sempurna. Aku arahkan penisku dari celah celana dalam dari arah belakang Wirda dan kuangkat sedikit kakinya. Kuposisikan penisku tepat di lubang yang sudah basah miliknya tersebut. Mungkin karena sudah sangat basah, ini memudahkanku untuk terus mendorong. Kulakukan dengan perlahan, kurasakan celah tersebut begitu sempit. Kudorong lebih maju lagi sambil kuangkat kembali sedikit kakinya. Aku tidak berencana dan berharap bisa memasuki vaginanya, karena itu akan memakan usaha yang dapat membangunkan Wirda. Tapi, karena nafsu yang begitu dalam kondisi puncak, aku tekan sedikit lebih kuat, dan kurasa penisku seperti sudah terjepit lebih kedalam dengan kehangatan, kelembaban dan tentu saja kenikmatan luar biasa. Aku tekan sedikit lebih maju, dan jlebBHh..kurasa penisku sudah berada tigaperempat di dalam. Dan, dengan sedikit lagi, kulihat penisku sudah tidak berada diluar sama sekali. Dan ajaibnya, ini sedikitpun tidak mengusik keterlelapan Wirda. Aku lalu pelan menarik penisku, lalu mendorong kembali kedalam.

Ini kulakukan berulang-ulang dengan pelan. Hingga kurasa aku sudah merasa merasakan ada gelombang yang mendesak yang akan muntah dari penisku. Dan dengan satu sodokan pelan, aku benamkan penisku kedalam, dan ..crot..crot..crot..crot..crot. Ahh. Kurasa spermaku memancur keluar didalam vagina Wirda. Dan dia masih terus tertidur pulas. Aku lalu menarik penisku keluar dan aku gaka kaget ketika penisku berlumur sisa spermaku namun bercampur dengan sedikit darah. Wahh.. ternyata aku telah memerawaninya. Aku lalu buru-buru membersihkan sisa spermaku dan darah yang ada di vagina Wirda. Ah, kalo Wirda tahu bahwa dia tidak perawan lagi. Gimana yah..??

TAMAT

0 comments:

Post a Comment