Home » » Sebuah Tantangan - 3

Sebuah Tantangan - 3

Siraman air hangat mengiringi kocokan Yudi padaku, semakin lama semakin cepat dan semakin keras pula desahanku, remasan Yudi dan Ana semakin liar menggerayangi buah dadaku. Hentakan demi hentakan keras menerjangku, semakin aku mendesah liar dalam nikmat.

"Ih kamu berisik juga ya" komentar Ana karena baru pertama kali aku melakukannya dengan dia, tapi aku tak peduli, kebanyakan laki laki menyukai "kebisingan" seperti ini.

Aku dan Ana bertukar posisi, giliran Yudi mengocoknya, ternyata dia juga berisik meski tak seheboh aku, berulang kali dia meremas buah dadaku, begitu juga dengan Yudi karena punyaku memang lebih montok dari Ana tentu lebih pas pegangannya.

"Pindah ke ranjang yuk" ajakku beberapa saat kemudian, mereka mengikutiku setelah saling mengeringkan badan dengan handuk.
"Ntar kita panggil sekalian Yeni, sekalian kita berpesta pora" lanjutnya.

Yudi langsung telentang di ranjang, aku dan Ana sudah bersiap di selangkangannya tapi dia minta aku sendirian mengulum penisnya.

"Biar kurasakan nikmatnya kulumanmu seperti yang kamu berikan pada Tomi semalam" katanya sambil meminta Ana bergeser ke pelukannya.

Aku segera memenuhi permintaannya, kujilati seluruh daerah selangkangannya hingga ke lubang anus, Yudi menjerit kaget dan geli sambil mengumpat tak karuan karena nikmatnya. Kuangkat kakinya ke atas hingga aku bisa dengan bebas menyusurkan lidahku antara lubang anus hingga ke ujung penis, bukan main, teriaknya tak menyangka mendapatkan perlakuan semacam itu, padahal aku belum mengulumnya, hanya permainan lidah saja.

Melihat permainan oralku Ana menjadi gemas dan mengikutiku, dua lidah dan dua bibir menjelajah di selangkangan tanpa ada yang mengulum, Yudi semakin kelojotan. Entah mengapa ada perasaan ingin membuktikan bahwa aku tidak layak kalah dalam oral dengan Ana, meskipun kenyataan semalam mengatakan sebaliknya, itu hanya faktor keteledoranku semata, pikirku.

Tanpa memperhatikan Ana, dia minta 69, meskipun begitu aku dan Ana tetap mengeroyok di kedua pahanya, bergantian kami mengulum dan menjilat seakan ingin menunjukkan siapa yang lebih unggul.

"Udah ah aku nggak tahan lagi" teriak Yudi memintaku turun.

Sedetik setelah aku turun, Ana sudah bersiap melesakkan penis Yudi ke vaginanya, dia sudah memposisikan dirinya di atas.

"Aku duluan ya, udah nggak tahan nih" katanya seraya perlahan menurunkan tubuhnya membenamkan penis itu di liang kenikmatannya.

Aku hanya tersenyum bergeser ke belakang Ana, kupeluk dia dari belakang sambil meremas remas buah dadanya yang tidak sebesar punyaku sambil menggeser geserkan putingku ke punggungnya. Tak menyangka kuperlakukan seperti itu, dia menjerit dan menggelinjang, tentu saja yang paling menikmatinya adalah si Yudi.

Gerakan Ana kacau di atas, apalagi saat Yudi ikutan menjamah dadanya. Kualihkan sasaranku ke paha dan kaki Yudi, dia menjerit ketika lidahku terus menyusur dari paha hingga jari jari kakinya, dan semakin mendesah ketika kukulum jari jari kaki itu.

Kedua manusia yang sedang bercinta itu menggeliat, meracu nggak karuan. Kini mereka saling mengocok sambil berpelukan seakan melupakan keberadaanku di kamar itu.

Tiba tiba telepon berbunyi, dengan seijin Yudi, kuangkat, ternyata si Yeni, dia kaget saat tahu aku ada di kamar Yudi, padahal sudah aku kasih tahu tadi. Yudi dan Ana tak peduli, mereka tetap mendesah keras meski bisa didengar dari telepon.

Ternyata Yeni sudah selesai sama Indra, sebenarnya dia mau ngajak check out bareng bareng, tapi sepertinya Yudi mau extend jadi mungkin dia harus check out duluan.

"Suruh mereka kemari sebentar sebelum check out" teriak Yudi sambil merasakan kocokan Ana.
"Tuh kamu udah dengar sendiri kan" kataku lalu menutup telepon.

Ternyata Ana tak bisa bertahan lama, dia terkapar tak lama kemudian mendahului pasangannya, aku segera mengganti posisinya dengan posisi yang sama. Begitu penis Yudi membenam, langsung kugoyang pantatku berputar dan turun naik, kuhentakkan pantatku ke tubuhnya dengan keras, ingin kubuktikan kalau aku lebih hebat dan lebih liar dari Ana, tak pantas aku kalah semalam.

Yudi menarik tubuhku dalam pelukannya tanpa menurunkan irama permainan, kamipun berguling tak lama kemudian, aku dibawah. Dengan bebasnya dia mengocokku membuat kami saling mendesah bersahutan.

Cukup lama Yudi menyetubuhiku, tidak seperti Tomi yang cuma satu posisi setiap babak, sudah berganti bermacam posisi dan tempat dia belum juga orgasme, entah sudah berapa menit berlalu, akupun semakin menikmati permainannya.

Bel pintu berbunyi saat Yudi mengocokku dari belakang.

"Pasti Indra dan Yeni, An, buka pintunya dong" perintah Yudi tanpa berusaha untuk berhenti.
"Wah lagi pesta nih" kudengar suara Indra, pasti dia sudah mendengar desah kenikmatanku.
"Ndra, masuk, sorry lagi tanggung nih" sapa Yudi tanpa menghentikan kocokannya, sesaat agak risih juga dilihat mereka.
"Sayang banget aku harus segera cabut" lanjutnya saat melihat temannya sedang menyetubuhiku dengan penuh gairah.

Indra dan Yeni bukannya segera pergi tapi justru duduk di sofa melihat permainan ranjang kami, sesekali Indra mendekat untuk melihat lebih jelas expresi kenimkatan dariku. Tanpa kusadari ternyata dilihat mereka aku jadi semakin liar mengimbangi kocokan Yudi dan Indra-pun makin dekat malahan duduk di tepi ranjang.

Tadi pagi aku sudah merasakan permainan Tomi, sekarang dengan Yudi, mungkin nggak ada salahnya kalau sekalian ku-servis Indra, sekalian aku bisa menikmati ketiganya, pikirku melihatnya begitu antusias.

"Mau coba?" tanyaku menggoda disela desahanku, dia diam saja memandang ke Yudi trus berganti ke Yeni dan Ana seakan minta persetujuan

Tanpa persetujuan Yudi, kudorong dia hingga penisnya terlepas lalu aku menggeser tubuhku hingga pantat atau vaginaku menghadapnya, aku tak peduli apakah ada sperma di vaginaku.

Indra terbingung sesaat seolah tak tahu harus ngapain padahal aku yakin dia menginginkannya. Hanya beberpa detik dalam kebingungan, segera dia mengeluarkan penisnya lewat celah resliting celana.

Diraihnya pantatku bersamaan dengan sapuan penis ke vagina, disusul dorongan perlahan melesakkannya ke dalam, penis yang tidak besar itupun terbenam semua, tidak sebesar punya Tomi apalagi punya Yudi, tapi yang namanya penis sebesar apapun tetap nikmat rasanya and I love it.

Tangan Indra mulai mengelus punggungku terus merambah ke dada sambil tetap mengocok semakin cepat, kulirik sepintas Yeni, Ana dan Yudi duduk di sofa melihat kami, siapa peduli.

Kocokan dan sodokan Indra semakin cepat dan keras seakan memburu untuk segera menggapai puncak dengan cepat, aku tahu dia memburu waktu. Kugoyang goyangkan pantatku supaya Indra bisa segera menuntaskan hasratnya.

Tiba tiba dia mencabut penisnya keluar dan memintaku jongkok didepannya, kuraih penis itu dan segera kumasukkan ke mulutku, hanya beberapa detik kulakukan oral Indra memenuhi mulutku dengan spermanya diiringi erangan keras dan disaksikan mereka bertiga.

Setelah kubersihkan dengan mulutku, Indra memasukkan penisnya kembali dan berpamitan menciumi satu persatu lalu menghilang dibalik pintu dengan diantar Yeni.

"Nih dari Indra" kata Yeni menyerahkan beberapa lembar 50 ribuan.

Kini tinggal Yudi dengan 3 gadis yang siap melayaninya. Akhirnya kami habiskan siang itu melayani Yudi bergantian sampai dia minta ampun untuk beristirahat.

"Ly, jangan dihabisin disini, ntar malam aku ada tugas untuk kamu, jam 9 tepat, tempatnya aku kasih tau ntar, aku udah atur untuk hadiahku sendiri dari kamu" bisik Yeni pada suatu kesempatan.
"Siapa dia? Apa aku kenal?" tanyaku penasaran.
"Ada deh pokoknya, kamu pasti kenal meski aku yakin kamu nggak pernah sama dia, pokoknya tidak boleh nolak" bisiknya lagi penuh goda.

Malam itu gantian Yeni yang menemani Yudi, Ana ada bookingan lain begitu juga aku sudah tergadai oleh taruhanku sendiri.

Sambil menunggu jam 9 yang masih lama, aku menemani Yeni dan Yudi, meski sebenarnya lebih tepat menjadi penonton permainan mereka karena Yeni tak mengijinkanku ikut permainannya, biar nggak capek, katanya.

"Kamar 812 hotel ini, temui dia, sekarang orangnya udah check in dan menunggumu" perintahnya setelah dia menerima telepon dari seseorang.
"Sekarang? Katanya jam 9, kan baru jam 6" protesku.
"Ada perubahan, udah sana pergi, dia tak mau membuang waktu"

Segera kukenakan kembali pakaianku, dengan make up sekedarnya akupun menuju kamar yang dimaksud. Bagiku tidur dengan siapa saja bukanlah masalah karena memang profesiku, tapi membuat penasaran tentu hal yang berbeda, di lift aku bertanya tanya siapakah yang selama ini kukenal tapi nggak pernah tidur denganku, hingga sampai di depan kamar 812 pertanyaanku belum juga terjawab.

Pintu terbuka sedetik setelah bel kutekan, muncullah wajah yang selama ini kubenci, dia adalah Jimmy Jemblung alias JJ, seorang germo yang sudah berkali kali mengajakku tidur tapi tak pernah kutanggapi dan selalu kutolak meski dia cukup sering memberiku order.

"Eh ngapain kamu disini, mana tamuku?" tanyaku langsung menerobos masuk, kupikir dia sedang membawa seseorang, ternyata hanya dia di kamar itu.
"He.. He.. He, nggak ada siapa siapa non, kecuali aku dan akulah tamumu kali ini atas jasa baik temanmu Yeni" jawabnya dengan senyum penuh kemenangan.

Bersambung . . .

0 comments:

Post a Comment