Tidak berapa lama kemudian isteriku masuk ke kamar. Terlihat rambutnya agak basah, tampaknya ia baru keramas.
"Ibu mana?", tanya isteriku.
"Keluar" jawabku secara singkat seraya bangkit dari tempat tidur menuju ke arah pintu. Kemudian aku mengunci pintu dan berjalan ke arah isteriku yang sedang berdiri di depan meja rias.
"Mau ngapain sih Mas pakai dikunci segala", tanya isteriku.
"Biasa, kayak kamu nggak tahu saja. Aku sedikit horny nih", jawabku sambil memeluk dia dari belakang.
"Jangan ah Mas.., nggak enak, ini kan di rumah orang", katanya.
Tapi aku terus aja meraba-raba dan menciumi tengkuk dan lehernya dari belakang.
"Aku nggak tahan nih.., lagian kan masih pada tidur", kataku.
Akhirnya isteriku mulai menyambut serangan-seranganku. Dia tahu persis bahwa aku bisa marah dan uring-uringan seharian kalau lagi ingin banget tapi dia tidak mau.
"Tapi yang cepetan saja ya Mas..", katanya. Mendengar jawabannya, saya menjadi semakin aktif. Saya menekan tubuhnya sehingga ia membungkuk dan meletakkan tangannya di atas kursi meja rias yang ada di kamar itu. Kemudian saya singkapkan dasternya ke pinggang dan saya tarik celana dalamnya sampai lepas. Batang kemaluan saya yang memang sudah mulai basah sejak kejadian dengan ibu mertua saya tadi kugesek-gesekkan ke selangkangannya. Setelah cukup licin, akhirnya dalam posisi dia berdiri membungkuk dan saya di belakangnya, kumasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya, seperti biasanya. Dengan nafsu yang sudah tertahan-tahan sejak tadi, saya tidak dapat bertahan lama, dan kemudian akhirnya ejakulasi sambil membayangkan bahwa yang saya setubuhi itu adalah ibu mertua saya. Ah seandainya saja benar-benar beliau..
Sepulang dari Semarang, untuk beberapa waktu interaksi antara saya dengan ibu mertua saya agak sedikit kaku. Kadang-kadang saya merasa kikuk kalau harus berinteraksi dengan beliau. Kekakuan itu akhir berkurang dengan berjalannya waktu. Apalagi kemudian kami dapat mulai mencicil rumah kami sendiri, dan akhirnya pindah dari rumah mertua saya itu ketika salah satu adik isteri saya lulus dan kembali tinggal di Jakarta. Sejak kejadian di Semarang itu saya semakin sering memfantasikan ibu mertua saya maupun memimpikannya ketika tidur. Cukup sering saya merasa khawatir kalau-kalau saya mengigau dan isteri saya mengetahui bahwa saya mendambakan ibunya.
Setelah tinggal di rumah sendiri, saya dapat dikatakan hampir tidak pernah lagi mendapat "pemandangan-pemandangan indah" dari tubuh mertua saya itu. Dan cukup sering saya kangen padanya. Setelah berjalan beberapa waktu akhirnya saya mulai mengenal internet dan berlangganan pada salah satu internet provider yang cukup baik. Dari pengalaman menjelajah internet inilah saya mendapatkan beberapa ide sehubungan dengan ketertarikan saya terhadap ibu mertua saya. Salah satu ide yang ingin saya wujudkan saat itu adalah membuat rekaman video dari ibu mertua saya. Untuk itu, terpaksa saya menabung untuk membeli kamera video.
Setelah kamera video terbeli, saya menjadi rajin mengabadikan acara-acara keluarga dengan kamera tersebut. Tentunya juga dengan harapan bahwa ada "pemandangan-pemandangan indah" dari tubuh ibu mertua saya yang dapat saya rekam. Tapi harapan tidak dapat terwujud. Malah pemandangan indah yang sempat terekam adalah paha-paha dari kakak ipar saya yang bernama Susi dan adik ipar saya yang bernama Lena. Dengan hasil itu, saya harus puas bermasturbasi hanya dengan memandangi rekaman ibu mertua saya dalam pakaian lengkap. Tapi saya tetap saja dapat terangsang hanya dengan pemandangan yang demikian. Khususnya pada rekaman yang memperlihatkan ibu mertua saya memakai kebaya. Lekuk-lekuk tubuhnya masih dapat terlihat, walaupun ibu mertua itu dapat dikatakan agak kurus. Pinggul besar yang terbungkus kain itulah yang menggemaskan untuk dicubit. Saya mencoba untuk menjajaki kemungkinan untuk merekam di kamar mandi di rumah mertua saya itu, tapi saya tidak dapat menemukan lokasi-posisi yang aman. Sempat terpikir oleh saya untuk memiliki kamera kecil (Spy Camera) yang sudah mulai banyak ditawarkan di internet saat itu. Namun karena harganya mahal, apalagi dapat dikatakan hanya didistribusikan di Amerika, pikiran itu tidak dikembangkan lebih lanjut.
Kesempatan untuk membuat rekaman yang lebih menarik akhirnya datang juga. Dalam rangka pernikahan adik ipar saya, kami (saya dan isteri saya) menginap di rumah mertua saya, karena isteri saya saat itu sedang hamil tua dan agak melelahkan kalau harus pulang pergi Depok-Rawamangun. Ketika menginap itulah timbul ide untuk meletakkan kamera di dalam tasnya sedemikian rupa sehingga lensanya masih tetap dapat merekam gambar di hadapannya. Dalam rencana saya, tas kamera itu akan saya letakkan di kamar ibu mertua saya, yang kebetulan juga dapat dikatakan sudah menjadi kamar umum di rumah itu, siapa saja anak-anaknya yang datang pasti masuk dulu ke kamar tersebut, dan bisanya juga menaruh barang-barang di kamar itu.
Setelah mencoba-coba, maka untuk kamuflase saya mempergunakan kain bekas kaos yang berbentuk jaring (jala-jala) yang kebetulan berwarna hitam. Berdasarkan coba-coba itu, saya mendapatkan kesimpulan bahwa kain tersebut tidak akan terekam kalau posisi lensa pada tele (jarak jauh) bukan wide (jarak dekat). Semakin dekat akan semakin jelas terlihat kain tersebut, bahkan dapat dikatakan mendominasi gambar yang terekam. Semakin tele, maka akan semakin kabur gambar kain tersebut. Hasil pertama dan hasil kedua yang saya dapat sangat mengecewakan saya, karena rekaman yang dapatkan hanyalah gambar jala-jala dari kaos hitam tersebut dan beberapa bayangan yang bergerak-gerak.
Setelah pengalaman yang pertama, tadinya saya mengira bahwa yang menjadi penyebab karena saya menyetel lensa pada posisi wide. Namun, karena pada hasil yang kedua, rekaman yang saya dapatkan juga sama, saya menjadi sedikit penasaran. Setelah dipelajari, akhirnya saya mengetahui penyebabnya. Yakni, karena saya mempergunakan sarana autofocus dari kamera tersebut. Akhirnya setelah saya menyetelnya ke posisi manual, hasil yang saya dapatkan cukup memuaskan saya.
Pada usaha yang ketiga, akhirnya saya mendapat rekaman yang menggambarkan ibu mertua saya sedang berganti baju. Sayangnya, saya tidak mendapat rekaman yang menunjukkan kemaluannya. Hanya payudaranya saja yang telanjang. Namun setidaknya, hasil ini cukup untuk bahan atau alat bantu kalau saya mengkhayalkannya. Apalagi kalau dibandingkan dengan gambar jala-jala hitam.
Rekaman yang saya dapatkan ketika hari H dari perkawinan adik ipar saya sungguh mengejutkan dan sangat menyenangkan saya. Karena setelah saya periksa, banyak sekali terdapat pemandangan sangat indah yang hanya berbaju dalam yang didapatkan. Payudara-payudara indah dan montok walaupun sebagian besar masih memakai BH maupun paha-paha mulus bukan hanya milik ibu mertua saja, tapi juga milik kakak-kakak ipar, beberapa sepupu isteri saya dan juga beberapa orang tantenya, yang mempergunakan kamar tersebut sebagai kamar ganti dan dandan. Yang paling mengejutkan, dalam rekaman tersebut terdapat pemandangan tubuh bulat polos tanpa sehelai benangpun milik Mbak Uci, isteri dari kakak ipar saya. Walaupun tubuhnya mungil, tapi proporsional dan menawan. Apalagi rambut di selangkangannya terlihat hitam dan lebat sekali. Setelah memiliki rekaman tersebut, obyek fantasi seksual saya pun bertambah. Bukan hanya semata-mata ibu mertua saya, tetapi juga merembet ke yang lain. Tapi, ibu mertua tetap merupakan obyek yang paling favorit.
Sebagaimana umumnya laki-laki lain, saat-saat menanti kelahiran anak pertama merupakan saat-saat yang penuh kekhawatiran. Demikian juga pada diri saya. Selain khawatir terhadap keselamatan calon anak, saya saat itu juga khawatir dengan keselamatan isteri saya. Kekhawatiran yang saya ingat adalah bagaimana nasib bayi saya kalau ibunya tidak selamat (meninggal). Di tengah kekhawatiran seperti itupun sempat terpikir oleh saya seandainya isteri saya meninggal, maka saya berniat untuk menjadi ibu mertua saya menjadi isteri saya. Kalau ingat-ingat hal itu, perasaan saya sukar tidak keruan. Tetapi akhirnya, isteri saya dapat melahirkan dengan selamat. Berhubung anak pertama, maka isteri saya pun meminta ibu mertua saya untuk menemaninya dan mengajarinya terlebih dahulu bagaimana merawat bayi. Artinya, isteri saya meminta ibu mertua saya untuk sementara waktu menginap di rumah kami setidaknya selama seminggu pertama sejak kepulangan dari rumah sakit.
Selama ibu mertua menginap di rumah kami tersebutlah saya dapat menambah koleksi rekaman video saya. Dan yang terutama adalah rekaman beliau telanjang bulat di kamar mandi. Kamera video itu sendiri sudah saya pasang di kamar mandi satu hari sebelum isteri saya pulang dari rumah sakit. Kamera saya letakkan di balik kaca satu arah (one way mirror). Setelah saya memiliki kamera video (handy cam), saya memang membuat rak khusus di kamar mandi yang tebalnya kira-kira 12 cm. Di mana salah satu bagiannya adalah kaca selain bagian-bagian untuk menyimpan handuk, dan perlengkapan mandi lainnya. Di balik kaca tersebut terdapat ruang kosong untuk menaruh kamera video. Isteri saya tidak mengetahui bahwa kaca yang saya pergunakan adalah kaca one way mirror. Untuk mengurangi resiko ketahuan, bagian belakang kaca tersebut (dalamnya) saya cat hitam agar selalu lebih gelap dari bagian depan dari kaca. Di depan kaca tersebut (bagian atasnya) saya pasang lampu neon 15 watt untuk lebih mendukung persembunyian kamera video saya sekaligus juga sebagai sumber listrik jika saya menaruh kamera di balik kaca tersebut. Untuk itu saya memasang satu stop kontak di balik kaca tersebut. Karena ketebalannya, di rak itu kamera video hanya dapat diletakkan secara menyamping (lensa tidak langsung berhadapan dengan kaca), sehingga untuk dapat merekam situasi di kamar mandi, maka masih diperlukan satu alat tambahan yang namanya Video Mirror Scope, yang fungsinya adalah merekam gambar ke samping lensa kamera (bukan ke depan kamera). Alat saya dapatkan melalui teman yang pulang dari Amerika ke Indonesia. Kalau tidak salah belinya di ADORAMA di West 18 th Street New York. Harganya sekitar 40 US$. Keberadaan dan fungsi alat itu sendiri saya ketahui dari Majalah Video Maker.
Ide untuk membuat rak dan membeli alat tambahan tersebut terutama disebabkan karena saya juga ingin memiliki rekaman video isteri saya ketika dia telanjang bulat. Jangankan telanjang bulat, masih memakai pakaian dalam saja ia marah-marah ketika saya mencoba memvideonya. Selain itu, ketidakmungkinan mewujudkan ide memasang kamera video di kamar mandi di rumah mertua saya, akhirnya saya wujudkan di rumah sendiri. Sejujurnya, pada awalnya tidak pernah terbayang bagi saya kalau pada akhirnya saya memiliki kesempatan untuk merekam ibu mertua saya. Apalagi sampai berhari-hari.
Hasil rekaman tersebutlah yang saya pergunakan sebagai bahan masturbasi di hari-hari selanjutnya. Khususnya, ketika saya dan isteri saya tidak dapat melakukan hubungan suami-isteri karena dia baru melahirkan. Tanpa saya sadari sepenuhnya, rekaman-rekaman tersebut justru membuat saya semakin tergila-gila pada ibu mertua saya. Bahkan ketika melihat rekaman yang menunjukkan belahan pantat beliau, yaitu ketika ia membungkuk mengambil sabun yang terjatuh, wowww.., mantap! Disuruh menciumi pantatnya pun rasanya saya mau melakukannya dengan senang hati. Pokoknya, menjadi semakin tergila-gila..
Kira-kira satu minggu beliau menginap di rumah kami dan kemudian kembali ke rumahnya di Rawamangun. Setelah itu, tidak terlalu banyak perubahan atau kemajuan yang saya dapatkan. Paling-paling, koleksi video bertambah ketika lahir anak saya yang kedua. Itupun cuma satu hari beliau menginap di rumah kami. Tapi meskipun demikian aku merasa cukup puas dengan kehadiran ibu mertuaku di sampingku.
Tamat
0 comments:
Post a Comment